Eks Direktur Polinema Ditahan Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah, Kampus Tegaskan Kasus Ini Bersifat Personal

Eks Direktur Polinema Awan Setiawan ditahan atas dugaan korupsi pengadaan tanah kampus. Kerugian negara mencapai miliaran rupiah.

 

(Ilustrasi 3D mantan Direktur Polinema memakai rompi Kejati Jatim di ruang Tindak Pidana Khusus)

PortalJatim24.com - Polemik dugaan korupsi yang melibatkan mantan Direktur Politeknik Negeri Malang (Polinema), Awan Setiawan, kembali mencuat setelah Kejaksaan Tinggi Jawa Timur resmi menetapkannya sebagai tersangka dan melakukan penahanan. Kasus ini terkait dengan pengadaan tanah untuk perluasan kampus Polinema pada tahun anggaran 2019–2020 yang dinilai janggal dan berpotensi merugikan keuangan negara hingga puluhan miliar rupiah. Penahanan tersebut menimbulkan beragam respons, termasuk dari pimpinan Polinema

Eks Direktur Polinema Ditahan Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah Rp42 Miliar

Kampus Tegaskan Kasus Ini Bersifat Personal, Bukan Institusional

Direktur Politeknik Negeri Malang (Polinema), Supriatna Adhisuwignjo, menyatakan keprihatinannya atas penahanan Awan Setiawan, eks Direktur Polinema periode 2017–2021, yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur.

“Kami prihatin. Namun, penetapan yang sudah disampaikan aparat penegak hukum (APH) tidak menarik kesimpulan bahwa itu kasus Polinema, melainkan kasus personal,” kata Supriatna.

Ia menegaskan bahwa Polinema menghormati proses hukum yang berlaku dan menjadikan kasus ini sebagai refleksi untuk memperbaiki tata kelola institusi secara menyeluruh.

Modus Korupsi: Penilaian Harga Sepihak dan Tanah Tak Bersertifikat

Dugaan Kerugian Negara dari Transaksi Tanah Capai Puluhan Miliar Rupiah

Menurut Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Jatim, Saiful Bahri Siregar, kasus ini bermula dari rencana perluasan kampus Polinema pada anggaran tahun 2019–2020.

Dalam prosesnya, Awan Setiawan diduga melakukan penilaian harga tanah secara sepihak tanpa melibatkan jasa appraisal profesional. Nilai tanah yang ditentukan adalah Rp6 juta per meter persegi untuk lahan seluas 7.104 meter persegi—senilai total Rp42,6 miliar.

Selain itu, proses pembayaran dilakukan meskipun dua dari tiga bidang tanah belum bersertifikat dan tanpa surat kuasa dari semua pemilik sah tanah. Pembayaran uang muka sebesar Rp3,8 miliar dilakukan pada 30 Desember, menggunakan dokumen yang dimundurkan tanggalnya (backdate).

Pembayaran Tidak Diikuti Akuisisi Aset, Tanah Masuk Wilayah Terlarang

Tanah yang Dibeli Masuk Zona Jalan dan Sempadan Sungai

Kejati Jatim mengungkap bahwa pembayaran tahap selanjutnya mencapai total Rp22,6 miliar, tetapi hingga kini tidak ada proses pencatatan hak milik atau akuisisi aset oleh Polinema. Tanah yang dibeli juga sebagian besar berada di zona tidak layak bangun, yakni ruang manfaat jalan dan sempadan sungai.

Ini bertentangan dengan tujuan pembangunan gedung kampus dan tidak sesuai dengan aturan tata ruang wilayah.

Dana BPHTB Juga Dipermasalahkan

Kejati juga mengidentifikasi bahwa dana sebesar Rp4,3 miliar dan Rp3,1 miliar dititipkan kepada notaris serta pihak internal Polinema untuk membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), baik dari pihak penjual maupun pembeli.

Padahal, menurut peraturan, pengadaan tanah untuk kepentingan umum seharusnya bebas dari pungutan BPHTB.

Kesimpulan

Penahanan Awan Setiawan dan HS oleh Kejati Jatim menjadi perhatian serius dalam upaya penegakan hukum di lingkungan pendidikan tinggi. Meski pihak kampus menyebut kasus ini bersifat personal, kejadian ini tetap menjadi cermin penting bagi institusi untuk memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset negara.

Baca Juga: Viral Polda Jatim Ungkap Kasus Penyalahgunaan LPG Subsidi di Kabupaten Malang

*(Publisher (AZAA/KK)