Di Blitar Polemik Sound Horeg Temui Titik Damai, Hasil Musyawarah: Ganti Nama & Aturan Ketat
![]() |
(Panggung sound karnaval dan budaya Blitar malam hari setelah polemik berakhir dengan musyawarah) |
Kesepakatan Antara Pemkab Blitar, Kades, dan Pengusaha Sound
Langkah kompromi ini tercapai setelah Pemkab Blitar mengadakan pertemuan dengan perwakilan kepala desa dan pengusaha sound horeg pada Selasa (5/8). Pertemuan yang difasilitasi oleh Ketua Persaudaraan Kepala Desa Indonesia (PKDI) Kabupaten Blitar, Rudy Puryono, menghasilkan sejumlah kesepakatan penting.
“Kalau bicara 220 desa, sekitar 60 persen menghendaki adanya karnaval. Bahkan beberapa desa sudah menggelar acara sebelum Agustus,” ujar Rudy.
Baca Juga: Polisi Bongkar Praktik Oplosan LPG Subsidi di Malang, Pelaku Terancam 6 Tahun Penjara
Batasan Resmi: Sampai Jam 11 Malam dan Tanpa Unsur Negatif
Beberapa poin penting hasil kesepakatan antara lain:
- Acara karnaval dibatasi maksimal hingga pukul 23.00 WIB
- Tidak boleh ada tarian yang melanggar norma budaya timur
- Tidak diperbolehkan adanya konsumsi atau penjualan minuman keras (miras)
- Volume maksimal hanya diperbolehkan hingga 8 subwoofer
Rudy menyebutkan bahwa karnaval bukan semata hiburan, melainkan juga penggerak ekonomi lokal. Oleh karena itu, perlu dijaga agar tetap positif dan bermanfaat bagi masyarakat.
Imbauan: Jaga Citra, Hindari Ekspos Negatif
Rudy juga menegaskan agar para konten kreator, khususnya YouTuber, hanya menampilkan sisi positif dari acara karnaval.
“YouTuber yang datang tolong ambil gambar yang baik-baik saja. Jangan yang tidak pantas malah diangkat ke publik,” katanya.
Pemkab Blitar: Karnaval Adalah Ekspresi Masyarakat
Wakil Bupati Blitar, Beky Herdihansah, menyampaikan bahwa kebijakan ini telah sesuai dengan Surat Edaran (SE) resmi dari Bupati Blitar. Pemerintah mengambil langkah tengah yang bijak demi merespons aspirasi masyarakat.
“Kegiatan karnaval tetap diperbolehkan. Namun, ada batasan-batasan tertentu yang harus dipatuhi. Tujuannya untuk menjaga kondusivitas wilayah,” ujarnya.
Pengusaha Dukung: Nama Baru dan Stigma Positif
Muzahidin Brewog, salah satu pelaku usaha sound yang akrab disapa Mas Bre, menyambut baik keputusan pemerintah. Ia menyebut, pengusaha sepakat mengganti istilah “sound horeg” menjadi “sound karnaval Indonesia” demi menghapus stigma negatif.
“Yang penting diperbolehkan. Biar kondusif juga. Akhirnya semuanya kompak dan sepakat,” jelasnya.
Dampak Positif untuk UMKM dan Ekonomi Desa
Mas Bre menilai bahwa banyak pemberitaan negatif dan komentar buruk di media sosial tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Ia bahkan menemukan beberapa akun yang menyebar hate speech tanpa identitas jelas.
“Kegiatan karnaval justru berdampak positif bagi ekonomi masyarakat desa, terutama UMKM. Kalau ndak ada sound, suasana sepi. Padahal, warga dan pemerintah desa sudah persiapan dari setahun lalu,” pungkasnya.
Penutup: Karnaval Tetap Jalan, Budaya dan Etika Tetap Dijaga
Pemerintah dan masyarakat Blitar kini memiliki kesepakatan baru yang memadukan budaya lokal dengan kehidupan sosial modern. Sound karnaval tetap berjalan, namun dengan etika, batasan, dan tanggung jawab bersama untuk menciptakan ruang hiburan yang sehat dan produktif.
Baca Juga: KPK Jadwalkan Besok Panggil Eks Menag Yaqut Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024
Publisher:[Tim Redaksi portaljatim24.com (AZAA/KK)]