Pemerintah Siapkan Aturan Pajak E-commerce: Penjual Akan Dipotong Langsung oleh Platform

Pemerintah Indonesia siap wajibkan platform e-commerce memotong pajak UMKM sebesar 0,5%. Aturan ini bertujuan tingkatkan penerimaan negara.

(Ilustrasi regulasi pajak e-commerce Indonesia 2025 dengan latar kantor keuangan dan ikon marketplace)

PortalJatim24.com - Pemerintah Indonesia bersiap memberlakukan regulasi baru yang mewajibkan platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, dan TikTok Shop untuk memotong dan menyetorkan pajak atas pendapatan para penjual. Aturan ini bertujuan memperkuat penerimaan negara dan menciptakan kesetaraan antara pelaku usaha daring dan luring.

Pemerintah Targetkan Pajak dari Transaksi Penjual di E-commerce

Langkah strategis ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan menambal kebocoran penerimaan negara, yang tercatat menurun sebesar 11,4 persen sepanjang Januari–Mei 2025. Data Kementerian Keuangan menyebutkan pendapatan negara turun menjadi Rp995,3 triliun, terdampak oleh pelemahan harga komoditas dan gangguan sistem administrasi perpajakan.

Salah satu sumber industri menyebut regulasi ini kemungkinan diumumkan secepatnya bulan depan. “Ini bagian dari upaya mengatur pasar digital yang berkembang pesat,” ujar sumber kepada media.

Baca Juga: Viral Website Diskominfo Jatim Diretas, Muncul Tuntutan Copot Jabatan Gubernur Khofifah

Aturan Baru Wajibkan Pemotongan Pajak oleh Platform

Dalam draf aturan yang tengah dibahas, platform e-commerce wajib memotong pajak sebesar 0,5% dari omzet penjual yang berada dalam rentang Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar per tahun. Kelompok ini dikategorikan sebagai UMKM dan sudah memiliki kewajiban perpajakan, namun sebelumnya dilakukan secara mandiri oleh pelaku usaha.

Kini, beban pemungutan dan penyetoran pajak akan dialihkan ke pihak platform, seperti Tokopedia, Lazada, Shopee, TikTok Shop, Blibli, dan Bukalapak.

Kekhawatiran Platform dan Ancaman bagi UMKM

Meski bertujuan memperkuat fiskal negara, sejumlah operator e-commerce mengungkapkan kekhawatiran atas dampak aturan tersebut. Selain meningkatkan beban administratif, aturan ini berpotensi menghambat pertumbuhan UMKM yang menjadi tulang punggung ekosistem digital nasional.

“Jika sistem platform tidak segera menyesuaikan, bisa terjadi kesalahan pelaporan dan berujung sanksi,” jelas sumber yang terlibat dalam pertemuan dengan Direktorat Jenderal Pajak.

Beberapa pelaku industri juga khawatir akan terjadi eksodus penjual kecil dari platform daring karena beban tambahan ini, apalagi di tengah tantangan ekonomi.

E-commerce Tumbuh, Negara Ingin Ambil Peran

Di sisi lain, sektor e-commerce Indonesia tengah berada di puncak pertumbuhan. Laporan Google, Temasek, dan Bain & Company menyebutkan nilai transaksi bruto (GMV) e-commerce nasional mencapai USD 65 miliar pada 2024, dan diprediksi melonjak menjadi USD 150 miliar pada 2030.

Kondisi ini memunculkan dilema: negara ingin mengoptimalkan potensi pajak dari sektor digital, namun juga harus menjaga agar intervensi regulasi tidak justru menahan laju pertumbuhan ekonomi digital.

Baca Juga: Viral Oknum Polisi Peras Mahasiswa di Surabaya, Bripka H Diamankan Propam
 

Publisher:[Tim Redaksi portaljatim24.com (AZAA/KK)]