Bendera One Piece Disebut Bentuk Perlawanan, Pakar Hukum UNS: Jangan Gegabah, Itu Ekspresi Rakyat

Menjelang Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, masyarakat Indonesia kembali dihebohkan oleh tren pengibaran bendera bajak laut One Piece.

( Ilustrasi 3D pengibaran bendera One Piece menjelang HUT RI, simbol kritik atau FOMO)

PortalJatim24.com - Berita Terkini - Menjelang Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, masyarakat Indonesia kembali dihebohkan oleh tren pengibaran bendera bajak laut One Piece, terutama oleh para sopir truk di berbagai daerah. Fenomena ini tak hanya viral di media sosial, tapi juga mengundang beragam reaksi dari pejabat dan ahli hukum tata negara.

Menko Polhukam: Simbol Fiksi Tak Layak Gantikan Merah Putih

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Budi Gunawan, menilai tren pengibaran bendera bajak laut menjelang 17 Agustus sebagai tindakan provokasi yang bisa menurunkan wibawa dan kehormatan simbol negara.

“Sebagai bangsa besar yang menghargai sejarah, sepatutnya kita menahan diri dan tidak memprovokasi dengan simbol-simbol yang tidak relevan dengan perjuangan bangsa,” tegas BG, Jumat (1/8/2025), dalam siaran pers resmi.

Ia menyebut, pemerintah akan mengambil tindakan hukum secara tegas dan terukur jika ditemukan unsur kesengajaan dalam pengibaran bendera yang dapat mencederai kehormatan bendera Merah Putih.

Baca Juga: Satgas Pangan Polri Tetapkan 3 Tersangka Kasus Beras Oplosan, Diduga Rugikan Rakyat Hingga Rp 100 Triliun

UU 24/2009 Larang Kibarkan Merah Putih di Bawah Bendera Lain

Budi Gunawan menekankan bahwa pengibaran Merah Putih tidak boleh dilakukan di bawah simbol atau bendera lain, merujuk pada Pasal 24 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2009, yang menyatakan:

“Setiap orang dilarang mengibarkan Bendera Negara di bawah bendera atau lambang apa pun.”

Langkah hukum bisa diambil jika aksi pengibaran tersebut dianggap melanggar batas dan mencederai simbol-simbol negara.

Anggota DPR: Simbol Perlawanan terhadap Pemerintah

Pernyataan lebih keras datang dari anggota DPR RI Fraksi Golkar, Firman Soebagyo, yang menyebut bendera bajak laut One Piece sebagai simbol perlawanan terhadap pemerintah.

“Ini bentuk kemerosotan pemahaman ideologi negara, bahkan bisa memicu provokasi di momen sakral kemerdekaan,” ujarnya.

Pernyataan itu langsung memicu perdebatan publik, karena dianggap terlalu menyederhanakan dan menggeneralisasi ekspresi rakyat.

Pakar Hukum Tata Negara UNS: Jangan Gegabah, Itu Ekspresi Rakyat

Pakar hukum tata negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Prof. Sunny Ummul Firdaus, menanggapi pernyataan DPR dengan nada menyejukkan. Ia menilai, tidak semua simbol atau tindakan warga harus dimaknai sebagai bentuk pembangkangan politik.

“Pernyataan tersebut perlu dianalisis hati-hati. Aksi sopir truk yang mengibarkan bendera One Piece lebih tepat dibaca sebagai bentuk heroisme imajinatif daripada pernyataan politik,” jelas Prof. Sunny.

Ia menambahkan, karakter Luffy dalam One Piece bisa saja dianggap sebagai simbol keberanian, solidaritas, dan keinginan untuk hidup bebas dari penindasan hal-hal yang secara imajinatif dekat dengan kondisi rakyat kecil.

Pemerintah Perlu Tanggap, Bukan Reaktif

Prof. Sunny mendorong pemerintah untuk tidak bersikap reaktif atau menghakimi, melainkan mendekati fenomena ini dengan pendekatan kultural dan dialogis.

“Simbol dari akar rumput adalah jendela untuk memahami aspirasi. Mungkin mereka sedang menyuarakan harapan atas negara yang lebih adil, bukan memberontak,” katanya.

Tidak Ada Pelanggaran Hukum Selama Tidak Melecehkan Merah Putih

Menurut Prof. Sunny, pengibaran bendera fiksi seperti One Piece tidak dilarang secara eksplisit dalam undang-undang, selama tidak:

- Menggantikan fungsi Merah Putih sebagai simbol negara

- Diletakkan lebih tinggi atau sejajar dengan Merah Putih

- Menyinggung nilai sakral simbol negara

Selama syarat itu dipenuhi, maka tindakan tersebut masih bisa dimaklumi sebagai bentuk ekspresi budaya yang sah.

Nasionalisme Tak Lagi Seragam, Tapi Bisa Beragam

Prof. Sunny menutup pernyataannya dengan pandangan bahwa nasionalisme generasi muda kini hadir dalam bentuk yang berbeda.

“Menjaga kehormatan Merah Putih bukan berarti membatasi budaya populer, tapi bagaimana menjadikannya tetap relevan di hati anak muda,” jelasnya.

Kesimpulan: Antara Simbol Budaya dan Kehormatan Negara

Fenomena ini menunjukkan betapa pentingnya keseimbangan antara penegakan hukum dan pemahaman budaya. Di satu sisi, bendera Merah Putih adalah simbol yang sakral dan wajib dihormati. Di sisi lain, simbol-simbol fiksi seperti bendera One Piece juga bisa menjadi cermin keresahan atau harapan rakyat.

Baca Juga: Tanggapi Protes Masyarakat, PPATK Tegaskan Tak Asal Rampas Rekening Nganggur/Dormant Berikut Penjelasannya.   

Publisher:[Tim Redaksi portaljatim24.com (AZAA/KK)]