Demokrasi Ideal Menurut Aristoteles yang Terabaikan dalam Politik Modern, Lengkap 2025

Demokrasi ideal menurut Aristoteles sering terabaikan dalam politik modern. Artikel lengkap 2025 ini membahas politeia, keadilan sosial, partisipasi.

(Ilustrasi 3D Aristoteles menjelaskan demokrasi ideal dalam politik modern)
PortalJatim24.com - Pendidikan - Demokrasi modern sering dipuji sebagai bentuk pemerintahan paling adil. Namun, di balik kemajuan zaman, banyak pemikir klasik yang gagasannya justru terabaikan. Salah satunya adalah Aristoteles (384–322 SM), filsuf Yunani kuno yang dalam karya monumentalnya, Politics, menguraikan konsep demokrasi dan bentuk pemerintahan ideal.

Di tahun 2025, ketika demokrasi menghadapi tantangan serius mulai dari populisme, oligarki, hingga krisis kepercayaan publik gagasan Aristoteles terasa semakin relevan. Artikel ini akan mengupas bagaimana Aristoteles memandang demokrasi ideal, mengapa prinsipnya sering dilupakan, serta bagaimana implementasinya dalam politik modern.

Baca Artikel Lainnya: Menggali Prinsip Filsafat Politik Locke tentang Kebebasan dalam Demokrasi Kontemporer 2025

Demokrasi dalam Pandangan Aristoteles

✔Demokrasi Bukan Sekadar Kekuasaan Mayoritas

Aristoteles membedakan berbagai bentuk pemerintahan: monarki, aristokrasi, politeia (pemerintahan berkonstitusi), tirani, oligarki, dan demokrasi.

Menurut Aristoteles, demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang rawan menyimpang, karena dapat berubah menjadi kekuasaan mayoritas yang menindas minoritas.

Menurut C.D.C. Reeve (University of North Carolina, 1998), demokrasi Aristotelian tidak identik dengan demokrasi liberal modern, tetapi lebih menekankan keadilan distributif dan partisipasi warga.

Contoh implementasi 2025:

Dalam konteks Indonesia, demokrasi sering dipersempit menjadi sekadar pemilu lima tahun sekali. Padahal, demokrasi ideal ala Aristoteles menuntut partisipasi aktif warga dalam kebijakan publik.

✔Politeia: Bentuk Demokrasi Ideal

Aristoteles memperkenalkan istilah politeia, yaitu bentuk pemerintahan campuran yang menggabungkan unsur demokrasi dan aristokrasi.

Menurut Aristoteles (Politics, Book IV), politeia menjaga keseimbangan antara kepentingan mayoritas rakyat miskin dengan kepentingan kaum kaya dan berpendidikan.

Menurut ahli politik klasik, Mogens H. Hansen (2009), politeia adalah cikal bakal konsep constitutional democracy modern.

Contoh implementasi 2025:

-Sistem checks and balances antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

-Keterlibatan kelompok masyarakat sipil dalam pembuatan kebijakan.

✔Demokrasi Ideal: Keseimbangan antara Kebebasan dan Keadilan

Aristoteles menekankan bahwa demokrasi harus menjamin kebebasan (eleutheria) sekaligus keadilan distributif.

Menurut Aristoteles, kebebasan berarti hidup sesuai hukum yang disepakati bersama, bukan bebas tanpa batas.

Menurut Martha C. Nussbaum (University of Chicago, 2011), konsep demokrasi Aristoteles sejalan dengan capabilities approach, yaitu negara harus menjamin kesejahteraan warganya agar mereka dapat menggunakan kebebasan secara bermakna.

Contoh implementasi 2025:

-Kebijakan redistribusi ekonomi agar jurang kaya-miskin tidak semakin lebar.

-Akses pendidikan dan kesehatan yang setara sebagai wujud keadilan sosial.

Baca Juga: Demonstrasi dalam Demokrasi: Bahaya Penumpang Gelap, Rekayasa Sosial, dan Pandangan Tan Malaka

Mengapa Demokrasi Ideal Aristoteles Terabaikan?

✔Dominasi Demokrasi Liberal Barat

Demokrasi modern lebih banyak dipengaruhi pemikiran Locke, Montesquieu, dan Mill, sehingga aspek moral-politik Aristoteles sering dilupakan.

Menurut Sheldon Wolin (Princeton University, 2004), demokrasi kontemporer cenderung menjadi “democracy without the demos” formalnya demokratis, tetapi rakyat kehilangan kendali nyata.

✔Oligarki dalam Politik Modern

Aristoteles sudah mengingatkan bahaya oligarki, yaitu kekuasaan segelintir orang kaya.

Menurut Jeffrey Winters (Northwestern University, 2011), banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, justru terjebak dalam oligarki elektoral.

✔Politik Uang dan Populisme

Aristoteles menilai demokrasi rusak jika politik dikuasai oleh kepentingan jangka pendek.

Menurut Larry Diamond (Stanford University, 2020), populisme dan politik uang memperlemah substansi demokrasi.

Relevansi Pemikiran Aristoteles untuk Demokrasi 2025

✔Partisipasi Politik Warga

Demokrasi ideal bukan sekadar memilih pemimpin, tetapi juga keterlibatan aktif dalam perumusan kebijakan publik.

Menurut Benjamin Barber (1984), dalam bukunya Strong Democracy, demokrasi sehat menuntut warga menjadi aktor aktif, bukan penonton pasif.

Implementasi:

Forum musyawarah digital berbasis teknologi untuk mendiskusikan kebijakan publik.

✔Keseimbangan Kekuasaan dan Keadilan Sosial

Demokrasi modern sering gagal menyeimbangkan kebebasan dan keadilan sosial.

Menurut Amartya Sen (1999), dalam Development as Freedom, demokrasi hanya bermakna jika membawa keadilan ekonomi.

Implementasi:

-Regulasi redistribusi pajak progresif.

-Subsidi pendidikan dan kesehatan.

✔Pendidikan Politik Warga

Aristoteles menekankan pentingnya pendidikan politik (paideia) agar warga mampu berpartisipasi dengan rasional.

Menurut Hannah Arendt (1958), dalam The Human Condition, pendidikan politik adalah syarat bagi demokrasi partisipatif.

Implementasi:

-Kurikulum kewarganegaraan yang kritis di sekolah.

-Pelatihan literasi digital untuk melawan hoaks dan propaganda.

✔Demokrasi Digital dan Risiko Baru

Di era digital, demokrasi menghadapi tantangan algoritma media sosial, polarisasi, dan disinformasi.

Menurut Shoshana Zuboff (2019), kapitalisme digital mengancam kebebasan individu.

Implementasi:

-Regulasi platform digital agar transparan dalam algoritma.

-Penguatan literasi media masyarakat.

Baca Juga: Analisis Wacana Media:Peran Sosial Media dalam Membentuk Persepsi Politik Generasi Muda Indonesia

Kesimpulan

Demokrasi ideal menurut Aristoteles bukanlah demokrasi mayoritas semata, tetapi sebuah sistem politeia yang menyeimbangkan kebebasan, keadilan, dan partisipasi warga.

Di tahun 2025, demokrasi kontemporer sering terjebak dalam oligarki, populisme, dan krisis kepercayaan. Prinsip Aristoteles dapat menjadi koreksi penting:

-Menjaga partisipasi warga.

-Membangun keadilan sosial.

-Menjamin pendidikan politik.

-Menyikapi tantangan demokrasi digital.

Dengan menggali kembali pemikiran Aristoteles, politik modern bisa diarahkan menuju demokrasi yang lebih substantif, adil, dan bermakna bagi seluruh rakyat.

Publisher/Penulis:

[Tim Redaksi portaljatim24.com (AZAA/KK)]

Daftar Referensi

Aristoteles. (1984). Politics. Terjemahan & edisi kritis oleh C.D.C. Reeve. Indianapolis: Hackett Publishing.

Reeve, C. D. C. (1998). Philosopher-Kings: The Argument of Plato’s Republic. Indianapolis: Hackett Publishing.

Hansen, M. H. (2009). The Tradition of Ancient Greek Democracy and Its Importance for Modern Democracy. Copenhagen: Museum Tusculanum Press.

Nussbaum, M. C. (2011). Creating Capabilities: The Human Development Approach. Cambridge: Harvard University Press.

Wolin, S. (2004). Politics and Vision: Continuity and Innovation in Western Political Thought. Princeton: Princeton University Press.

Winters, J. (2011). Oligarchy. Cambridge: Cambridge University Press.

Diamond, L. (2020). Ill Winds: Saving Democracy from Russian Rage, Chinese Ambition, and American Complacency. New York: Penguin Press.

Barber, B. (1984). Strong Democracy: Participatory Politics for a New Age. Berkeley: University of California Press.

Sen, A. (1999). Development as Freedom. New York: Alfred A. Knopf.

Arendt, H. (1958). The Human Condition. Chicago: University of Chicago Press.

Zuboff, S. (2019). The Age of Surveillance Capitalism: The Fight for a Human Future at the New Frontier of Power. New York: PublicAffairs.

Fukuyama, F. (2022). Liberalism and Its Discontents. New York: Farrar, Straus and Giroux.

Huntington, S. P. (1991). The Third Wave: Democratization in the Late Twentieth Century. Norman: University of Oklahoma Press.

Latif, Y. (2018). Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

European Union. (2016). General Data Protection Regulation (GDPR). Brussels: Official Journal of the European Union.