Menggali Prinsip Filsafat Politik Locke tentang Kebebasan dalam Demokrasi Kontemporer 2025
![]() |
| (Poster 3D modern John Locke tentang kebebasan dan demokrasi kontemporer 2025) |
Namun, di tahun 2025, demokrasi menghadapi tantangan baru. Dunia politik semakin dipengaruhi oleh populisme, teknologi digital, polarisasi politik, hingga krisis kepercayaan publik. Situasi ini membuat pemikiran Locke kembali relevan sebagai dasar refleksi: bagaimana menjaga kebebasan dalam sistem demokrasi yang kompleks dan penuh tantangan?
Artikel ini akan mengulas secara mendalam prinsip kebebasan menurut Locke, analisis para ahli, contoh implementasi di era modern, hingga relevansinya bagi demokrasi Indonesia 2025.
Baca Artikel Lainnya: Demonstrasi dalam Demokrasi: Bahaya Penumpang Gelap, Rekayasa Sosial, dan Pandangan Tan Malaka
Filsafat Politik John Locke dalam Sejarah Demokrasi
Locke dan Latar Belakang Pemikirannya
Locke lahir di tengah periode penuh gejolak di Inggris: Perang Saudara Inggris, eksekusi Raja Charles I, pemerintahan Oliver Cromwell, hingga Restorasi monarki. Kondisi ini membentuk pandangannya tentang pentingnya kebebasan individu dan pembatasan kekuasaan negara.
Menurut Peter Laslett (Cambridge, 1960) yang mengedit karya besar Locke Two Treatises of Government, Locke menulis sebagai kritik terhadap absolutisme monarki. Ia menolak gagasan “hak ilahi raja” dan menegaskan bahwa kekuasaan politik sejatinya berasal dari rakyat, bukan dari legitimasi Tuhan semata.
Dengan dasar itu, Locke melahirkan teori politik yang menekankan rasionalitas, hak alamiah, serta prinsip persetujuan rakyat sebagai fondasi demokrasi.
Prinsip Utama Kebebasan dalam Filsafat Politik Locke
Hak Alamiah: Life, Liberty, Property
Locke menyatakan bahwa setiap manusia memiliki hak kodrati sejak lahir:
Hak hidup (life): setiap orang berhak mempertahankan keberadaannya.
Hak kebebasan (liberty): kebebasan untuk berpikir, berbicara, dan bertindak sesuai hukum yang adil.
Hak kepemilikan (property): hak atas harta benda yang diperoleh melalui kerja.
Menurut Leo Strauss (University of Chicago, 1953), konsep hak alamiah Locke adalah dasar dari liberalisme modern, yang kemudian diterjemahkan menjadi hak asasi manusia (HAM).
Contoh implementasi 2025:
Hak digital: kebebasan menjaga data pribadi dari praktik kapitalisme digital.
Hak kesehatan: perlindungan warga terhadap pandemi atau krisis kesehatan global.
Hak ekonomi: kesempatan wirausaha tanpa diskriminasi birokrasi.
Kontrak Sosial dan Legitimasi Pemerintah
Locke berbeda dengan Hobbes. Hobbes melihat manusia cenderung egois sehingga perlu negara kuat. Locke justru optimis: manusia mampu bekerja sama secara rasional.
-Negara terbentuk melalui persetujuan rakyat (consent of the governed).
-Kekuasaan negara sah hanya jika digunakan untuk melindungi hak rakyat.
-Jika pemerintah gagal, rakyat berhak menolak, bahkan mengganti pemerintah.
Menurut John Dunn (Cambridge, 1982), kontrak sosial Locke adalah dasar teori demokrasi konstitusional, karena menuntut akuntabilitas pemerintah.
Implementasi 2025:
-Referendum digital di beberapa negara Eropa sebagai bentuk persetujuan rakyat.
-Partisipasi publik online dalam perumusan undang-undang.
-Tuntutan rakyat Indonesia agar RUU strategis tidak hanya ditentukan elit politik.
Kebebasan Politik dan Hukum yang Adil
Bagi Locke, kebebasan bukan berarti hidup tanpa aturan. Justru hukum yang adil adalah pelindung kebebasan. Tanpa hukum, yang berlaku hanyalah “hukum rimba”.
Menurut C.B. Macpherson (1962), Locke menekankan dua hal penting:
-Kebebasan harus berjalan dalam koridor hukum.
-Hukum harus lahir dari kesepakatan, bukan dipaksakan dari atas.
Contoh 2025:
-Perlindungan jurnalisme investigasi meski mengkritik pemerintah.
-Penegakan hukum terhadap oligarki yang memonopoli sumber daya.
-Regulasi AI dan big data agar tidak melanggar privasi.
Baca Juga: Analisis Wacana Media:Peran Sosial Media dalam Membentuk Persepsi Politik Generasi Muda Indonesia
Tantangan Demokrasi Kontemporer 2025
Populisme dan Krisis Mayoritas
Populisme sering memanfaatkan demokrasi untuk kepentingan sempit. Pemimpin populis mengklaim berbicara atas nama rakyat, padahal hanya mayoritas tertentu.
Menurut Cas Mudde (2019), populisme bisa merusak demokrasi karena mengikis prinsip pluralisme.
Locke akan menolak hal ini, sebab kebebasan tidak boleh tunduk pada tirani mayoritas.
Contoh: munculnya politik identitas di Indonesia yang mengancam kebebasan kelompok minoritas.
Era Digital: Kebebasan vs Pengawasan
Kebebasan modern kini menghadapi masalah baru: privasi digital, penyalahgunaan data, dan hoaks.
Shoshana Zuboff (2019) menyebut fenomena ini sebagai surveillance capitalism: ketika perusahaan teknologi menguasai data pengguna demi keuntungan ekonomi.
Locke akan melihat ini sebagai ancaman terhadap hak kepemilikan (property), karena data pribadi adalah milik individu.
Contoh implementasi: regulasi perlindungan data pribadi (UU PDP di Indonesia, GDPR di Eropa).
Krisis Kepercayaan terhadap Pemerintah
Korupsi, oligarki, dan penyelewengan kekuasaan membuat rakyat kehilangan kepercayaan.
Francis Fukuyama (2022) menekankan bahwa legitimasi demokrasi akan runtuh jika pemerintah gagal melindungi kepentingan rakyat.
Locke jelas menyatakan: rakyat berhak melakukan resistensi jika pemerintah melanggar kontrak sosial.
Contoh 2025: protes mahasiswa menuntut transparansi anggaran publik di berbagai negara.
Baca Juga: Kajian Kritis: Mengapa Angka Kemiskinan Indonesia Masih Tinggi Meski Ekonomi Meningkat?
Relevansi Locke dalam Demokrasi Indonesia 2025
Kebebasan dan Pancasila
Locke menekankan hak individu, sementara Pancasila menekankan keseimbangan antara individu dan kolektivitas.
Menurut Yudi Latif (2018), kekuatan demokrasi Indonesia justru terletak pada harmoni antara kebebasan individu dan nilai gotong royong.
Artinya, Locke tetap relevan, tapi harus diintegrasikan dengan nilai musyawarah mufakat.
Implementasi pada Kebijakan Publik
Beberapa langkah implementasi yang sesuai dengan semangat Locke:
-Kebebasan pers dijaga sebagai kontrol pemerintah.
-Partisipasi digital warga dalam perumusan kebijakan.
-Check and balance lebih diperkuat di DPR, Mahkamah Konstitusi, dan lembaga pengawas.
-Anti-korupsi sebagai wujud perlindungan hak rakyat.
Analisis Kritis: Locke dalam Dunia Global 2025
Amerika Serikat: prinsip Locke masih hidup dalam Konstitusi AS, tetapi kini diuji oleh polarisasi politik.
Eropa: kebijakan hak digital menegaskan warisan Locke tentang perlindungan kebebasan.
Asia Tenggara: termasuk Indonesia, masih berjuang menyeimbangkan kebebasan dengan stabilitas politik.
Menurut Samuel Huntington (1991), demokrasi selalu berada dalam siklus gelombang pasang-surut. Locke membantu menjaga fondasi agar demokrasi tidak terjebak dalam otoritarianisme baru.
Kesimpulan
Pemikiran John Locke tentang kebebasan tetap menjadi fondasi demokrasi di tahun 2025. Dengan menekankan hak alamiah, kontrak sosial, dan hukum yang adil, Locke menawarkan panduan untuk menghadapi tantangan demokrasi modern: populisme, krisis digital, dan ketidakpercayaan pada pemerintah.
Bagi Indonesia, pemikiran Locke relevan jika disinergikan dengan nilai-nilai Pancasila. Demokrasi yang sehat hanya mungkin terwujud bila kebebasan individu dijaga, hukum ditegakkan, dan pemerintah bertanggung jawab kepada rakyat.
Publisher/Penulis:
[Tim Redaksi portaljatim24.com (AZAA/KK)]
Daftar Referensi
Locke, J. (1689). Two Treatises of Government. London: Awnsham Churchill.
Laslett, P. (1960). The Two Treatises of Government: A Critical Edition with an Introduction and Notes. Cambridge: Cambridge University Press.
Dunn, J. (1982). The Political Thought of John Locke: An Historical Account of the Argument of the Two Treatises of Government. Cambridge: Cambridge University Press.
Macpherson, C. B. (1962). The Political Theory of Possessive Individualism: Hobbes to Locke. Oxford: Clarendon Press.
Strauss, L. (1953). Natural Right and History. Chicago: University of Chicago Press.
Waldron, J. (2020). Political Political Theory: Essays on Institutions. Oxford: Oxford University Press.
Fukuyama, F. (2022). Liberalism and Its Discontents. New York: Farrar, Straus and Giroux.
Zuboff, S. (2019). The Age of Surveillance Capitalism: The Fight for a Human Future at the New Frontier of Power. New York: PublicAffairs.
Mudde, C., & Kaltwasser, C. R. (2019). Populism: A Very Short Introduction. Oxford: Oxford University Press.
Huntington, S. P. (1991). The Third Wave: Democratization in the Late Twentieth Century. Norman: University of Oklahoma Press.
Latif, Y. (2018). Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Jakarta: Gramedia.
United Nations. (1948). Universal Declaration of Human Rights. Paris: United Nations General Assembly.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
European Union. (2016). General Data Protection Regulation (GDPR). Brussels: Official Journal of the European Union.
