Demonstrasi dalam Demokrasi: Bahaya Penumpang Gelap, Rekayasa Sosial, dan Pandangan Tan Malaka
Waspada penumpang gelap dalam demonstrasi. Artikel ini membahas teori rekayasa sosial, pandangan Tan Malaka, dasar hukum demo, bahaya infiltrasi asing
![]() |
| (Ilustrasi 3D rakyat jaga rakyat waspada penumpang gelap dalam demonstrasi) |
PortalJatim24.com - Pendidikan - Demonstrasi merupakan salah satu bentuk nyata dari kebebasan berekspresi dalam negara demokrasi. Namun, sejarah panjang gerakan rakyat di dunia termasuk di Indonesia menunjukkan bahwa setiap aksi massa selalu berpotensi ditunggangi oleh penumpang gelap: aktor-aktor dengan kepentingan terselubung, baik dari dalam negeri maupun kekuatan asing. Oleh sebab itu, penting bagi rakyat untuk memahami bahwa demonstrasi harus dilandaskan kajian data dan fakta, bukan sekadar emosi sesaat.
Baca Artikel Lainnya: Analisis Wacana Media:Peran Sosial Media dalam Membentuk Persepsi Politik Generasi Muda Indonesia
✅Teori Rekayasa Sosial dan Manipulasi Massa
Propaganda Politik
Menurut Harold Lasswell dalam bukunya Propaganda Technique in the World War (1927), propaganda adalah instrumen yang efektif untuk membentuk opini publik dalam kondisi krisis. Di Indonesia, propaganda kerap muncul menjelang aksi besar, seperti penyebaran isu yang tidak sepenuhnya benar melalui media sosial. Contoh nyata adalah saat terjadi demo besar 212, di mana narasi keagamaan dipakai sebagai pengikat solidaritas massa, tetapi juga menjadi ruang bagi kepentingan politik tertentu.
Agitasi Publik
Lenin dalam What is to be Done? (1902) menjelaskan bahwa agitasi adalah upaya membangkitkan emosi massa dengan menyederhanakan isu kompleks.
Contoh: di Indonesia terlihat dalam aksi mahasiswa tahun 1998, ketika seruan sederhana “Turunkan Soeharto” menjadi pemicu perlawanan luas, meski masalah sebenarnya mencakup krisis moneter, korupsi, dan represi politik.
Manipulasi Opini Rakyat
Noam Chomsky dalam Manufacturing Consent menekankan bahwa media sering berperan dalam membentuk opini rakyat sesuai kepentingan elit.
Misalnya, menjelang reformasi 1998, sebagian media massa yang dulunya dikontrol pemerintah justru berubah haluan dan menampilkan narasi perlawanan, sehingga opini publik terarah untuk mendukung perubahan rezim.
Provokator dalam Demonstrasi
Dalam banyak peristiwa, provokator menyusup ke dalam massa untuk menciptakan kericuhan.
Contohnya: adalah kerusuhan 21-22 Mei 2019 di Jakarta, di mana sebagian besar aksi awalnya damai, namun berubah menjadi anarkis karena adanya provokator yang merusak fasilitas publik.
✅Pandangan Tan Malaka dan Gerakan Rakyat
Massa Aksi
Dalam bukunya Massa Aksi (1926), Tan Malaka menegaskan bahwa rakyat tidak boleh digerakkan hanya oleh emosi, melainkan harus memiliki kesadaran politik. Menurutnya, massa aksi sejati adalah mereka yang paham tujuan jangka panjang, bukan sekadar marah karena isu sesaat
Kesadaran Politik Rakyat
Tan Malaka percaya bahwa kesadaran politik rakyat lahir dari pendidikan politik yang terus-menerus. Contoh nyata adalah gerakan Sarekat Islam pada awal abad ke-20, yang awalnya berbasis ekonomi, namun berkembang menjadi kekuatan politik karena meningkatnya kesadaran massa.
Teori Revolusi Indonesia
Dalam Madilog (1943), Tan Malaka menekankan perlunya berpikir logis, ilmiah, dan dialektis dalam perjuangan. Revolusi Indonesia, menurutnya, bukan sekadar letupan emosional, melainkan hasil dari kajian mendalam terhadap kondisi sosial-ekonomi rakyat.
Perjuangan Ideologis
Tan Malaka juga menegaskan bahwa setiap gerakan rakyat harus berlandaskan ideologi yang jelas, bukan sekadar pragmatisme politik. Hal ini menjadi peringatan bagi gerakan modern agar tidak mudah digiring oleh kepentingan elit.
Baca Juga: Studi Perbandingan Gerakan Sosial Mahasiswa Indonesia 1998 dan 2025, Kemajuan atau Kemunduran?
✅Dasar Hukum Demonstrasi
Hak Berpendapat
Konstitusi Indonesia, khususnya Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, menjamin kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Kebebasan Berkumpul
Kebebasan ini menjadi ciri utama negara demokrasi. Namun, kebebasan tersebut tetap diatur agar tidak mengganggu hak orang lain.
UU No. 9 Tahun 1998
Undang-undang ini mengatur tata cara penyampaian pendapat di muka umum. Misalnya, adanya kewajiban memberi pemberitahuan kepada aparat sebelum menggelar aksi, serta larangan membawa senjata tajam.
Konstitusi Demokrasi
Dalam demokrasi modern, demonstrasi dipandang sebagai salah satu mekanisme kontrol rakyat terhadap negara. John Locke dalam Two Treatises of Government menekankan pentingnya perlawanan rakyat terhadap pemerintah yang melanggar kontrak sosial.
Contoh: di Indonesia adalah Aksi Reformasi 1998, yang pada akhirnya berhasil menumbangkan rezim Orde Baru karena dinilai telah melanggar hak-hak rakyat.
✅Demokrasi dan Konsep Teoritis
Demokrasi Partisipatif
Menurut Carole Pateman dalam Participation and Democratic Theory (1970), rakyat harus aktif terlibat dalam pengambilan keputusan. Demonstrasi menjadi salah satu instrumen partisipasi tersebut.
Demokrasi Deliberatif
Jurgen Habermas dalam The Theory of Communicative Action menekankan pentingnya ruang publik untuk berdialog. Demonstrasi yang sehat harus menjadi wadah pertukaran ide, bukan sekadar teriakan marah.
Demokrasi Liberal
Dalam demokrasi liberal, kebebasan individu menjadi prioritas. Namun, bahaya muncul ketika kebebasan ini dipakai untuk kepentingan kelompok tertentu, misalnya demonstrasi anti-vaksin yang sempat muncul di berbagai negara.
Keterlibatan Rakyat
Demonstrasi adalah ekspresi nyata keterlibatan rakyat dalam demokrasi. Namun, keterlibatan ini harus diarahkan agar konstruktif, bukan destruktif.
✅Bahaya Penumpang Gelap
Infiltrasi Asing
Sejarah membuktikan bahwa banyak gerakan rakyat ditunggangi kepentingan asing. Misalnya, Operasi CIA di Chile (1973) yang mendukung kudeta terhadap Presiden Salvador Allende dengan memanfaatkan protes rakyat.
Kepentingan Elit Politik
Di Indonesia, tidak jarang aksi massa dipengaruhi kepentingan elit politik. Misalnya, demonstrasi terkait isu RUU tertentu sering kali didukung oleh kelompok politik untuk menjatuhkan lawan mereka.
Politik Adu Domba
Niccolò Machiavelli dalam The Prince sudah lama menyinggung strategi pecah belah sebagai cara menguasai massa. Praktik adu domba ini juga terlihat dalam politik Indonesia, terutama saat isu identitas digunakan untuk memecah belah masyarakat.
Gerakan Massa Anarkis
Ketika provokator berhasil menguasai situasi, gerakan massa bisa berubah anarkis.
Contohnya: adalah kerusuhan Mei 1998 yang awalnya berupa protes damai mahasiswa, namun kemudian meluas menjadi kerusuhan sosial.
✅Sejarah Konspirasi dan Intelijen dalam Gerakan Massa
Kudeta Militer
Banyak kudeta militer di dunia bermula dari demonstrasi rakyat, seperti kudeta di Mesir (2013) terhadap Presiden Morsi.
Operasi CIA
CIA dikenal sering menunggangi aksi massa, contohnya di Iran (1953) yang menjatuhkan Perdana Menteri Mohammad Mossadegh.
Arab Spring
Gerakan Arab Spring (2011) dimulai dari protes rakyat, namun kemudian ditunggangi oleh berbagai kepentingan global hingga melahirkan perang saudara di Suriah dan Libya.
Krisis Politik Global
Banyak krisis politik dunia berawal dari demo yang kehilangan kendali. Ini menjadi pelajaran agar rakyat berhati-hati dalam menjaga gerakan.
Contoh di Indonesia
Peristiwa G30S 1965, yang hingga kini masih diperdebatkan, diduga melibatkan operasi intelijen asing dalam melemahkan kekuatan politik tertentu.
Kerusuhan Mei 1998, di mana selain faktor ekonomi, muncul dugaan adanya operasi intelijen yang memanfaatkan amarah rakyat.
Demo Papua 2019, yang dipicu isu rasisme, juga disebut rawan ditunggangi kepentingan asing.
✅Peringatan Bagi Rakyat
Rakyat Jaga Rakyat
Kesadaran kolektif harus dijaga. Rakyat sendiri yang harus memastikan bahwa aksi tidak ditunggangi oleh kepentingan tersembunyi.
Aksi Damai Berbasis Fakta
Aksi rakyat seharusnya mengedepankan data, kajian akademis, dan tuntutan yang rasional.
Kesadaran Politik Kolekti
Seperti pesan Tan Malaka, rakyat yang memiliki kesadaran politik tidak mudah digiring oleh elit atau kekuatan asing.
Waspada Provokasi Emosi
Demonstrasi yang lahir dari emosi sesaat rawan menimbulkan kerusuhan. Oleh karena itu, aksi harus berdasarkan analisis, bukan sekadar amarah.
Kesimpulan
Demonstrasi adalah bagian sah dari demokrasi, namun selalu ada potensi dimanfaatkan oleh penumpang gelap. Teori-teori sosial, pandangan tokoh seperti Tan Malaka, serta sejarah Indonesia dan dunia menunjukkan pentingnya kebijakan rakyat dalam menjaga aksi tetap murni. Karena itu, semboyan yang relevan adalah: “Rakyat jaga rakyat, jangan biarkan demonstrasi ditunggangi.”
Publisher/Penulis:
[Tim Redaksi portaljatim24.com (AZAA/KK)]
Daftar Referensi
Tan Malaka. Massa Actie. Cetakan Pertama 1926, Reprint oleh Pustaka Kaji, Yogyakarta.
Tan Malaka. Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika). 1943.
Gramsci, Antonio. Selections from the Prison Notebooks. International Publishers, 1971.
Arendt, Hannah. On Revolution. Penguin Classics, 1963.
Locke, John. Two Treatises of Government. 1689.
Habermas, Jürgen. The Theory of Communicative Action. Beacon Press, 1984.
Chomsky, Noam. Media Control: The Spectacular Achievements of Propaganda. Seven Stories Press, 1997.
Gene Sharp. From Dictatorship to Democracy. The Albert Einstein Institution, 1993.
Scott, James C. Weapons of the Weak: Everyday Forms of Peasant Resistance. Yale University Press, 1985.
Huntington, Samuel P. Political Order in Changing Societies. Yale University Press, 1968.
Said, Edward. Covering Islam: How the Media and the Experts Determine How We See the Rest of the World. Vintage Books, 1997.
Kahin, George McTurnan. Nationalism and Revolution in Indonesia. Cornell University Press, 1952.
Ricklefs, M. C. Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Jakarta: Serambi, 2008.
Crouch, Harold. The Army and Politics in Indonesia. Cornell University Press, 1978.
Aspinall, Edward. Opposing Suharto: Compromise, Resistance, and Regime Change in Indonesia. Stanford University Press, 2005.
Lev, Daniel S. Legal Evolution and Political Authority in Indonesia. American Journal of Comparative Law, Vol. 13, No. 2, 1964.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Tempo, Majalah. Berbagai edisi investigasi gerakan massa 1998, 2019, dan aksi-aksi mahasiswa.
Kompas. Arsip Liputan Politik dan Peristiwa Nasional, berbagai edisi.
