Polemik Larangan Polisi Aktif di Jabatan Sipil: Putusan MK Tegas, Pemerintah Beri Tafsir Baru, Reformasi Polri Bagaimana?

Polemik larangan polisi aktif di jabatan sipil memanas. Putusan MK tegas, namun tafsir pemerintah menuai kritik soal arah reformasi Polri.

(Ilustrasi kartun 3D realistis pejabat dan aparat Indonesia dalam acara resmi)
PortalJati24.com - Berita Terkini - Polemik terkait larangan anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil kembali mengemuka setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang menegaskan pembatasan peran aparat kepolisian di luar institusinya.

Meski demikian, tafsir pemerintah terhadap putusan tersebut justru memicu perdebatan baru. Banyak pihak menilai adanya inkonsistensi antara semangat putusan MK dan implementasinya di lapangan, yang dinilai dapat menghambat agenda reformasi Polri.

Pemerintah Tegaskan Putusan MK Tidak Berlaku Surut

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang larangan anggota Polri menduduki jabatan sipil tidak berlaku surut. Artinya, polisi yang telah menjabat sebelum putusan tersebut diumumkan tidak diwajibkan mundur. Menurutnya, kewajiban mundur hanya berlaku bagi anggota Polri yang akan mengisi jabatan sipil ke depan.

Supratman juga menyebut bahwa pengisian jabatan sipil tertentu oleh anggota Polri masih dapat terjadi apabila nantinya tercantum secara limitatif dalam revisi UU Polri. Ia menilai perlu ada pemetaan kementerian/lembaga yang secara fungsi masih berkaitan dengan tugas kepolisian seperti BNN, BNPT, atau direktorat penegakan hukum di beberapa kementerian.

Putusan MK dan Prinsip Larangan Jabatan Sipil bagi Polisi

MK dalam perkara No. 114/PUU-XXIII/2025 menyatakan bahwa anggota Polri hanya dapat menjabat di luar institusi kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun. Putusan ini menegaskan bahwa selama ini praktik penempatan polisi aktif di jabatan sipil telah menimbulkan kaburnya batas antara aparat penegak hukum dan birokrasi pemerintahan.

MK juga menghapus frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri karena dianggap mengaburkan substansi larangan. Putusan tersebut bersifat final dan mengikat.

Akademisi Nilai Putusan Berlaku Serta-Merta dan Polisi Aktif Sebaiknya Mundur

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Prof. Susi Dwi Harijanti, menilai bahwa putusan MK berlaku sejak diucapkan. Karena itu, anggota Polri aktif yang sudah menduduki jabatan sipil seharusnya mundur sebagai bentuk pemulihan hak konstitusional warga negara.

Menurutnya, ketiadaan masa transisi dalam amar putusan membuat konsekuensi hukumnya menjadi langsung berlaku. Jika tidak, ia mempertanyakan apa bentuk pemulihan (remedy) bagi pemohon perkara.

Komisi Reformasi Polri: Putusan MK Final dan Harus Jadi Rujukan

Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, menegaskan bahwa putusan MK merupakan aturan final yang wajib dilaksanakan, terutama dalam konteks mempercepat reformasi kelembagaan Polri.

Ia menekankan bahwa putusan tersebut harus menjadi landasan perbaikan institusi demi memperjelas fungsi kepolisian dan menjaga prinsip netralitas dalam pengisian jabatan publik.

DPR Sorot Ketidakkonsistenan Pemerintah Menjalankan UU Polri

Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, menilai polemik ini tidak akan muncul apabila pemerintah sejak awal konsisten menjalankan Pasal 28 UU No. 2/2002 tentang Kepolisian. Ia menyebut bahwa aturan larangan polisi aktif menduduki jabatan sipil sudah jelas, sehingga seharusnya tidak terjadi perbedaan tafsir.

TB Hasanuddin menegaskan ketidakpatuhan pemerintah pada aturan yang dibuatnya sendiri memicu kebingungan publik dan berpotensi merusak profesionalisme Polri serta meritokrasi jabatan publik.

Polri Bentuk Tim Pokja Pasca Putusan MK

Menindaklanjuti putusan MK, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk tim Pokja untuk menyusun kajian cepat. Tim ini bertugas mengoordinasikan dampak putusan MK dengan kementerian/lembaga terkait sekaligus memastikan langkah implementasi dilakukan secara tepat.

Polri menegaskan menghormati putusan MK dan sedang mempercepat pembentukan tim tersebut agar tidak ada kekosongan kebijakan dalam pelaksanaan aturan baru.

300 Polisi Isi Jabatan Manajerial, 4.132 Posisi Non-Manajerial

Polri melaporkan terdapat sekitar 300 anggota yang menduduki jabatan sipil setara manajerial dan lebih dari 4.132 anggota berada di posisi staf, ajudan, pengawal, serta jabatan pendukung lainnya di berbagai kementerian dan lembaga.

Polri menegaskan bahwa mayoritas bukan posisi strategis, namun data tersebut memperlihatkan betapa luasnya penyebaran personel Polri di luar institusi, sehingga putusan MK membawa dampak besar terhadap struktur birokrasi di berbagai lembaga negara.

Penutup: Polemik Akan Diatur Ulang Lewat Revisi UU Polri

Pemerintah memastikan bahwa ketentuan larangan polisi aktif menduduki jabatan sipil akan dimasukkan secara tegas dalam RUU Polri, yang telah masuk prolegnas prioritas 2025.

Meski terdapat perbedaan tafsir antara pemerintah dan sejumlah ahli, putusan MK tetap menjadi landasan utama bahwa jabatan sipil dan institusi kepolisian harus dipisahkan secara jelas demi kepastian hukum, profesionalisme, dan menjaga prinsip demokrasi.

 Publisher/Red:

[Tim Redaksi portaljatim24.com (AZAA/KK)]