Polres Jember Tangkap Guru Ngaji yang Diduga Cabuli Santri di Gudang Musholla
Guru ngaji di Jember ditangkap polisi atas dugaan pencabulan terhadap santri di bawah umur. Peristiwa terjadi di gudang musala tempat pelaku mengajar.
![]() |
(Ilustrasi guru ngaji ditangkap Polres Jember kasus pencabulan santri-portaljatim24.com) |
PortalJatim24.com - Jember - Seorang guru ngaji berinisial S (50), asal Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember, ditangkap Polres Jember atas dugaan pencabulan terhadap santrinya yang masih di bawah umur. Tindakan tak pantas itu diduga dilakukan di sebuah gudang dekat musala tempat pelaku biasa mengajar mengaji.
Laporan resmi atas kejadian tersebut diajukan oleh ibu korban pada 30 Mei 2025. Laporan telah tercatat dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor: LP/B/202/V/2025/SPKT/POLRES JEMBER/POLDA JAWA TIMUR.
Modus Menghafal Al-Qur’an
Dalam laporan, korban menyebut peristiwa pertama terjadi saat ia masih duduk di kelas IV SD. Korban yang mengikuti kegiatan mengaji setiap sore sekitar pukul 14.00 WIB diduga dibujuk oleh pelaku masuk ke gudang dengan dalih untuk mempercepat hafalan Al-Qur’an.
“Pelaku menyuruh anak saya ke gudang, katanya supaya lebih cepat hafal ayat,” ungkap ibu korban dalam keterangannya kepada penyidik.
Di tempat itu, korban mengaku mengalami tindakan yang tidak pantas. Peristiwa serupa dilaporkan kembali terjadi pada Juni 2024 ketika korban naik ke kelas V SD. Dugaan aksi tersebut kembali dilakukan dengan pola yang sama.
Puncaknya terjadi pada 17 Mei 2025. Dugaan kejadian ketiga ini yang mendorong pihak keluarga untuk segera melaporkan ke aparat kepolisian.
Sudah Tersangka, Ditahan Polisi
Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Jember, Ipda Qori Novendra, membenarkan bahwa Ustaz S telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 31 Mei 2025.
“Yang bersangkutan sudah kami tetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan di Polres Jember,” ujarnya, Rabu (4/6/2025).
Tersangka dijerat dengan Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara. Karena status pelaku sebagai guru ngaji, penyidik turut mempertimbangkan unsur pemberatan dalam proses hukum.
Pendampingan Psikologis untuk Korban
Polisi juga telah menggandeng tenaga pendamping dari P2TP2A guna memberikan bantuan psikologis kepada korban. Sementara itu, penyidikan masih berjalan untuk melengkapi berkas perkara dan meminta keterangan tambahan dari saksi-saksi lainnya.
Kasus ini menjadi sorotan masyarakat karena pelaku merupakan tokoh agama yang seharusnya menjadi pelindung dan teladan bagi anak-anak.