Fakta: Tren 'Job Hopping' di Kalangan Gen Z: Alasan dan Dampaknya
![]() |
(Ilustrasi Gen Z mempertimbangkan pindah kerja di era kerja modern) |
Baca Juga: Fakta: Mengapa Gen Z di Indonesia Rentan Mengalami Burnout di Usia Muda?
Apa Itu Job Hopping?
Job hopping adalah istilah yang merujuk pada perilaku seseorang yang sering berpindah pekerjaan dalam waktu singkat, biasanya kurang dari dua tahun di satu perusahaan. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang cenderung loyal terhadap satu tempat kerja, Gen Z justru lebih fleksibel dalam memilih dan meninggalkan pekerjaan.
Menurut laporan LinkedIn (2023), 1 dari 4 karyawan Gen Z di Asia Tenggara mengaku pernah berpindah pekerjaan lebih dari 2 kali dalam 3 tahun pertama karier mereka.
Menurut Dr. Wendy Hirsh, peneliti bidang sumber daya manusia, job hopping dapat menjadi refleksi dari keinginan karyawan muda untuk memperoleh pengalaman lebih luas dan mempercepat perkembangan keterampilan.
Mengapa Gen Z Cenderung Job Hopping?
✔Mencari Lingkungan Kerja yang Sehat
Banyak Gen Z yang mengutamakan kesehatan mental dan keseimbangan hidup. Jika suatu tempat kerja dianggap toksik, tidak sehat secara emosional, atau tidak mendukung work-life balance, mereka cenderung segera pindah.
Menurut Psikolog Klinis Ajeng Raviando, generasi muda lebih berani menyuarakan hak mereka terhadap lingkungan kerja yang sehat dibandingkan generasi sebelumnya.
✔Ekspektasi Terhadap Pengembangan Karier Cepat
Gen Z tumbuh dalam era digital yang serba instan. Mereka berharap bisa cepat naik jabatan, belajar banyak hal baru, dan tidak stuck di satu posisi terlalu lama. Jika perusahaan tidak memberikan ruang bertumbuh, mereka akan mencari tempat lain.
Menurut Prof. Jean Twenge, penulis buku "iGen", Gen Z memiliki ekspektasi tinggi terhadap pertumbuhan pribadi dan profesional secara cepat karena terbiasa dengan dunia digital yang serba instan.
✔Ketidakcocokan dengan Budaya Perusahaan
Banyak anak muda yang merasa tidak cocok dengan gaya kepemimpinan senior atau sistem kerja tradisional. Mereka lebih menyukai perusahaan yang terbuka, inklusif, dan adaptif.
Menurut penelitian Deloitte Millennial Survey (2022), budaya perusahaan yang tidak fleksibel dan minim inovasi menjadi alasan utama Gen Z keluar dari pekerjaan dalam waktu kurang dari setahun.
✔FOMO dan Sosial Media
Melihat teman-temannya pindah ke perusahaan yang lebih keren, startup yang lebih hype, atau dapat gaji lebih tinggi membuat sebagian Gen Z terpicu untuk melakukan hal serupa, meski belum tentu siap.
Menurut ahli psikologi digital, Dr. Catherine Steiner-Adair, media sosial membentuk persepsi tidak realistis terhadap kesuksesan dan membuat tekanan peer semakin besar.
✔Kontrak Kerja dan Freelance
Perubahan model kerja juga memengaruhi pola job hopping. Banyak Gen Z yang memilih kerja kontrak, freelance, atau remote, yang membuat mereka berpindah-pindah lebih sering.
Menurut World Economic Forum (WEF), tren pekerjaan fleksibel dan remote akan terus meningkat, dan Gen Z adalah generasi paling siap menyambut model kerja ini.
Dampak Positif dan Negatif Job Hopping
Dampak Positif
-Lebih banyak pengalaman lintas industri
-Memperluas koneksi profesional (networking)
-Adaptasi dan skill problem solving meningkat
-Meningkatkan rasa percaya diri dan eksposur karier
Menurut pakar karier Sarah Johnston, berpindah kerja dengan strategi yang tepat dapat mempercepat perkembangan skill dan personal branding.
Dampak Negatif
-Label "tidak loyal" dari HRD
-Risiko sulit diterima di perusahaan besar yang konservatif
-Tidak memiliki waktu cukup untuk berkembang di satu posisi
-Kehilangan hak tunjangan jangka panjang (pensiun, asuransi)
Menurut laporan Harvard Business Review, kandidat dengan riwayat pekerjaan terlalu pendek rentan dianggap tidak stabil secara profesional.
Pandangan HRD dan Perusahaan terhadap Job Hopper
Banyak HRD saat ini mulai lebih terbuka terhadap fenomena job hopping, terutama di industri kreatif, teknologi, dan startup. Namun tetap ada batas toleransi. Jika seseorang terlalu sering pindah dalam waktu di bawah 6 bulan atau tidak memiliki alasan jelas, biasanya dianggap tidak stabil.
Tips agar job hopping tidak merugikan:
-Selalu sertakan alasan profesional dalam CV dan wawancara
-Fokus pada pencapaian di tempat kerja sebelumnya, meski singkat
-Tunjukkan growth mindset dan tujuan karier yang jelas
Menurut Coach Dewa Eka Prayoga, yang juga seorang mentor bisnis dan karier, yang penting bukan seberapa sering pindah kerja, tetapi seberapa besar nilai yang dibawa selama bekerja.
Apakah Job Hopping Selalu Buruk?
Tidak selalu. Dalam beberapa kasus, job hopping justru mempercepat karier seseorang, terutama jika dilakukan dengan strategi yang tepat. Namun, jika dilakukan hanya karena bosan, tanpa arah jelas, atau karena ikut-ikutan, maka risikonya akan lebih besar daripada manfaatnya.
Dr. Meg Jay, psikolog perkembangan dewasa muda, menekankan pentingnya fase "exploration" pada usia 20-an, namun tetap harus diimbangi dengan refleksi dan tujuan jangka panjang.
Solusi untuk Gen Z agar Tidak Terjebak Job Hopping Negatif
✔Tentukan Tujuan Karier Sejak Awal
Tulis rencana karier minimal 3–5 tahun. Dengan arah yang jelas, keputusan untuk pindah kerja bisa lebih terukur.
✔Beri Waktu Adaptasi di Setiap Tempat Kerja
Jangan buru-buru keluar hanya karena fase adaptasi terasa sulit. Tunggulah minimal 6–12 bulan untuk benar-benar memahami lingkungan kerja.
✔Fokus pada Value Bukan Sekadar Gaji
Gaji penting, tapi bukan segalanya. Lingkungan, mentor, dan kesempatan belajar adalah investasi jangka panjang.
Menurut Daniel Pink, pakar motivasi kerja, kebahagiaan profesional datang dari otonomi, penguasaan keterampilan, dan tujuan bermakna bukan hanya dari nominal gaji.
✔Konsultasi dengan Career Coach
Jika bingung dengan arah karier, konsultasi dengan career mentor atau coach bisa membantu menyusun strategi.
Pertanyaan Umum Seputar Job Hopping Gen Z
Apakah fresh graduate boleh job hopping?
Boleh saja, tapi sebaiknya dilakukan dengan alasan kuat, misalnya tidak sesuai bidang, lingkungan toksik, atau peluang karier lebih baik.
Apa risiko terlalu sering pindah kerja?
Susah diterima perusahaan besar, dinilai tidak tahan tekanan, dan kehilangan kepercayaan dari HRD.
Bagaimana cara pindah kerja yang elegan?
-Resign secara profesional
-Siapkan transisi tugas dengan rapi
-Hindari membicarakan perusahaan lama secara negatif
Apakah job hopping mempengaruhi tunjangan dan jenjang karier?
Ya. Tunjangan jangka panjang seperti pensiun, BPJS TK, dan bonus tahunan bisa hilang jika tidak bertahan lama di perusahaan.
Kesimpulan
Tren job hopping di kalangan Gen Z adalah refleksi dari dinamika zaman dan nilai-nilai baru dalam dunia kerja. Fleksibilitas, pertumbuhan, dan keseimbangan hidup menjadi fokus utama Gen Z dalam berkarier. Namun, penting bagi generasi ini untuk membuat keputusan karier yang strategis agar tidak terjebak dalam pola yang justru merugikan diri sendiri.
Dengan memahami alasan dan dampak job hopping, serta menerapkan solusi yang tepat, Gen Z dapat tetap berkembang tanpa kehilangan arah.
Baca Juga: Fakta: Tren 'Healing' di Kalangan Gen Z, Antara Kebutuhan Atau Gaya Hidup ?
Publisher/Penulis:[Tim Redaksi portaljatim24.com (AZAA/KK)]
Referensi:
LinkedIn (2023) Job Trends Report Asia Pacific
Dr. Wendy Hirsh – Institute for Employment Studies
Prof. Jean Twenge – Buku iGen
Deloitte Millennial Survey (2022)
Dr. Catherine Steiner-Adair – Harvard Medical School
World Economic Forum Future of Jobs Report (2023)
Sarah Johnston – Briefcase Coach
Harvard Business Review – HR & Talent Insights
Dr. Meg Jay – Buku The Defining Decade
Daniel H. Pink – Buku Drive: The Surprising Truth About What Motivates Us
Coach Dewa Eka Prayoga
Ajeng Raviando, Psikolog Klinis – berbagai wawancara media