Pandangan Tan Malaka tentang Ilmu Pengetahuan dalam Buku Madilog. Terbaru 2025

Pandangan Tan Malaka tentang ilmu pengetahuan dalam buku Madilog terbaru 2025. Kupas tuntas materialisme, dialektika, logika, dan relevansinya.

(Ilustrasi Tan Malaka membahas pandangan ilmu pengetahuan dalam buku Madilog 2025)
PortalJatim24.com - Pendidikan - Pemikiran Tan Malaka dalam Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika) adalah salah satu tonggak penting dalam sejarah intelektual Indonesia. Buku ini ditulis pada 1943 ketika Tan Malaka bersembunyi dari kejaran kolonial Jepang. Tujuannya bukan sekadar akademis, tetapi sebagai senjata ideologis untuk memerdekakan rakyat Indonesia dari belenggu mistik, dogma, dan kolonialisme.

Tahun 2025, dunia menghadapi tantangan baru berupa banjir informasi, hoaks, populisme digital, dan teori konspirasi. Pemikiran Tan Malaka menjadi sangat relevan untuk membangun pola pikir rasional, kritis, dan ilmiah.

Baca Artikel Lainnya: Apa Itu Madilog Tan Malaka? Penjelasan Materialisme, Dialektika, dan Logika Lengkap 2025

✔Apa Itu Madilog? Definisi, Tujuan, dan Kutipan

Definisi

Madilog adalah metode berpikir yang terdiri dari tiga unsur utama:

Materialisme → Menekankan bahwa realitas sejati adalah materi, bukan roh atau mistik.

Dialektika → Menyadari bahwa perubahan terjadi karena kontradiksi, pertentangan, dan proses sejarah.

Logika → Menyediakan kerangka berpikir sistematis untuk sampai pada kesimpulan benar.

Tujuan

Tan Malaka menulis:

“Madilog ditulis buat memberi senjata otak kepada bangsa Indonesia untuk melawan mistik dan kolonialisme.” (Madilog, hlm. 5).

Menurut Harry Poeze, sejarawan Belanda, Madilog adalah “upaya membawa filsafat modern Eropa ke tanah jajahan, dengan tujuan mengubah cara berpikir masyarakat pribumi.”

Implementasi

Di era 2025, Madilog bisa dipakai sebagai dasar pendidikan filsafat kritis di sekolah dan universitas, serta literasi digital untuk melawan disinformasi.

Baca Juga: Kajian Filsafat Politik Menghadang Konspirasi Digital dan Populisme 2025

✔Ilmu Pengetahuan sebagai Alat Emansipasi

Penjelasan

Bagi Tan Malaka, ilmu pengetahuan adalah senjata untuk membebaskan rakyat. Ia menentang kepercayaan buta pada roh, mistik, atau dogma kolonial yang mengekang bangsa.

Kutipannya tegas:

“Selama rakyat percaya pada roh dan mistik, selama itu pula mereka akan tetap ditindas.” (Madilog, hlm. 9).

Menurut Soe Hok Gie, Madilog adalah “pembuka jalan bagi bangsa ini untuk memahami rasionalitas modern.”

Kritik dan Contoh

Dulu: rakyat percaya penyakit akibat roh jahat → Tan Malaka mendorong pemikiran medis modern.

Kini: rakyat mudah percaya hoaks kesehatan di media sosial → dibutuhkan pendekatan logis-ilmiah.

Implementasi 2025

-Kurikulum nasional → integrasi literasi ilmiah berbasis Madilog.

-Media sosial → melawan hoaks dengan logika dialektis.

Baca Juga: Filsafat Politik sebagai Panduan Menghindari Kekuasaan Absolut Terbaru 2025

✔Dialektika sebagai Proses Ilmiah

Penjelasan

Tan Malaka mengadopsi dialektika ala Marx dan Hegel, namun ia menyesuaikan dengan kondisi Indonesia. Baginya, ilmu tidak statis; ia berkembang melalui perdebatan, kontradiksi, dan koreksi.

Ia menulis:

“Tiada suatu kejadian pun yang berdiri sendiri, melainkan semuanya berhubungan, berubah, dan saling bertentangan.” (Madilog, hlm. 72).

Menurut Rocky Gerung, filsuf Indonesia, “dialektika Madilog adalah cara melawan kebohongan, baik dari mitos lama maupun algoritma baru.”

Kritik dan Contoh

Kritik: bahasa Tan Malaka kadang terlalu teoretis untuk rakyat jelata.

Contoh: perdebatan sains modern tentang AI → sesuai dialektika, kebenaran berkembang melalui kritik dan uji coba.

Implementasi

-Diskusi publik harus mengedepankan dialektika, bukan sekadar debat kusir.

-Pendidikan perlu melatih siswa menguji hipotesis, bukan hanya hafalan.

✔Kritik Tan Malaka terhadap Mistik dan Dogma

Penjelasan

Tan Malaka menganggap mistik dan dogma sebagai penghalang utama kemajuan bangsa.

Ia menulis:

“Mistik adalah rantai yang membelenggu otak bangsa kita.” (Madilog, hlm. 15).

Menurut Ahmad Syafii Maarif, kritik Tan Malaka terhadap mistik adalah upaya mengikis “kebodohan sistematis yang dipeliara oleh penjajah.”

Kritik dan Contoh

Contoh dulu: kepercayaan bahwa nasib bangsa ditentukan takdir.

Contoh kini: teori konspirasi digital yang menyatakan semua krisis adalah rekayasa elite global.

Keduanya sama-sama mengekang logika kritis.

Implementasi

-Pendidikan agama dan budaya tetap dihargai, namun harus berdialog dengan ilmu pengetahuan modern.

-Literasi digital bisa memanfaatkan Madilog untuk melawan teori konspirasi.

✔Relevansi Pandangan Tan Malaka di Era 2025

Penjelasan

Tantangan baru: misinformasi, populisme digital, dan algoritma media sosial.

Jika dulu rakyat percaya roh halus, kini banyak yang percaya postingan palsu di WhatsApp atau TikTok.

Menurut Rocky Gerung:

“Madilog tetap relevan sebagai cara berpikir rasional untuk melawan mitos baru di era digital.”

Kritik dan Contoh

Kritik: Madilog belum menyentuh ranah teknologi modern.

Contoh: kasus penyebaran hoaks vaksin COVID-19 dan fitnah politik di pemilu digital.

Implementasi

-Gerakan literasi digital nasional dengan Madilog sebagai fondasi berpikir kritis.

-Pemerintah harus mendorong debat publik berbasis fakta, bukan emosi populis.

✔Kritik dan Batasan Madilog

Penjelasan

Meski visioner, Madilog punya keterbatasan:

-Bahasa sulit dipahami rakyat awam.

-Terlalu keras terhadap spiritualitas Indonesia.

Menurut Franz Magnis-Suseno, filsuf Indonesia:

“Pemikiran Tan Malaka penting, tetapi filsafat modern tetap harus berdialog dengan budaya lokal.”

Contoh dan Kritik

Contoh: masyarakat Jawa masih mempertahankan tradisi mistik sebagai kearifan lokal.

Kritik: menolak total bisa memutus akar budaya, padahal filsafat harus juga mengakomodasi tradisi.

Implementasi

-Madilog bisa dikembangkan dalam bahasa populer.

-Dialog antara rasionalitas modern dan budaya tradisional perlu ditingkatkan.

Kesimpulan

Tan Malaka melalui Madilog memberikan panduan berpikir ilmiah berbasis materialisme, dialektika, dan logika. Ia melihat ilmu pengetahuan sebagai senjata emansipasi, sekaligus alat melawan mistik, dogma, dan kolonialisme.

Di era digital 2025, Madilog tetap relevan melawan hoaks, teori konspirasi, dan populisme digital. Meskipun ada keterbatasan, gagasan ini bisa diadaptasi ke konteks modern dengan pendekatan populer dan dialogis.

Publisher/Penulis:

[Tim Redaksi portaljatim24.com (AZAA/KK)]

Referensi

Tan Malaka, Madilog (1943).

Harry Poeze, Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia.

Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran.

Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan.

Franz Magnis-Suseno, Etika Politik.

Rocky Gerung, Wawancara Publik tentang Filsafat Politik (2023).