Pendekatan Sosiologi Kritis untuk Memahami Penerapan Pancasila di Masyarakat Luas 2025
![]() |
(Ilustrasi 3D belajar penerapan Pancasila dengan pendekatan sosiologi kritis 2025) |
Baca Juga: Kajian Filsafat Pancasila Sebagai Sistem Nilai dalam Tatanan Sosial Modern 2025
Apa Itu Sosiologi Kritis?
Definisi dan Tujuan
Sosiologi kritis adalah pendekatan dalam ilmu sosiologi yang bertujuan membongkar struktur-struktur kekuasaan dan ketimpangan sosial dalam masyarakat. Pendekatan ini tidak sekadar menggambarkan realitas sosial, tetapi juga mengkritisi dan menawarkan transformasi sosial
Menurut Max Horkheimer dari Mazhab Frankfurt, "teori kritis bertujuan membebaskan manusia dari belenggu dominasi dengan mengembangkan kesadaran kritis." Artinya, pendekatan ini mendorong perubahan sosial dengan menempatkan rakyat sebagai subjek aktif.
Relevansi dengan Kajian Pancasila
Nilai-nilai Pancasila sering kali mengalami pelunturan akibat realitas sosial yang tidak mencerminkan sila-sila tersebut. Pendekatan sosiologi kritis menolong kita untuk:
-Mengidentifikasi penyimpangan penerapan nilai Pancasila.
-Menganalisis relasi kuasa dan hegemoni budaya dalam implementasi kebijakan.
-Mendorong pemberdayaan masyarakat agar aktif menyuarakan nilai-nilai Pancasila secara otentik.
Penerapan Pancasila dalam Realitas Sosial 2025: Sebuah Telaah Kritis
✔Ketimpangan Sosial dan Keadilan Sosial (Sila ke-5)
Pancasila menegaskan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Namun kenyataannya, indeks ketimpangan sosial (Gini ratio) masih tinggi di banyak daerah. Pendekatan sosiologi kritis mendorong kita menelusuri akar strukturalnya:
Contoh: Distribusi bantuan sosial yang bias politik dan birokrasi korup menunjukkan adanya reproduksi ketidakadilan dalam sistem sosial.
Analisis Kritis: Masyarakat perlu membentuk forum advokasi berbasis komunitas yang mengawasi kebijakan publik sesuai nilai keadilan sosial.
✔Persatuan yang Terfragmentasi oleh Polarisasi (Sila ke-3)
Media sosial menjadi arena polarisasi identitas yang menyebabkan konflik horizontal. Dalam kerangka sosiologi kritis, ini bukan sekadar soal etika berkomunikasi, tetapi hasil dari ketimpangan informasi dan dominasi narasi politik.
Contoh: Konflik antarpendukung politik di media digital yang berbuntut pada kekerasan simbolik dan ujaran kebencian.
Solusi: Literasi digital berbasis nilai-nilai Pancasila dan kurikulum pendidikan media yang membentuk kesadaran kritis sejak dini.
✔Ketuhanan dan Komodifikasi Agama (Sila ke-1)
Sosiologi kritis melihat bahwa nilai Ketuhanan telah tergeser menjadi simbol retoris dan komoditas politik. Agama dijadikan alat mobilisasi massa, bukan sumber moralitas universal.
Contoh: Maraknya kampanye politik yang menggunakan simbol agama demi elektabilitas.
Rekomendasi: Memperkuat institusi keagamaan yang independen dari kepentingan politik serta mendidik masyarakat tentang etika lintas agama.
✔Demokrasi Elitis dan Krisis Representasi (Sila ke-4)
Sosiologi kritis mempertanyakan apakah demokrasi yang ada benar-benar representatif. Banyak elite politik memonopoli kebijakan tanpa melibatkan partisipasi publik.
Contoh: Pengambilan keputusan anggaran daerah yang minim partisipasi warga.
Solusi: Menguatkan model deliberatif seperti musrenbang inklusif, referendum lokal, dan ruang diskusi terbuka.
✔Degradasi Kemanusiaan dalam Sistem Pendidikan dan Kesehatan (Sila ke-2)
Kemanusiaan yang adil dan beradab belum sepenuhnya terwujud dalam akses layanan dasar.
Contoh: Praktik diskriminasi dalam layanan pendidikan terhadap anak-anak penyandang disabilitas.
Solusi Kritis: Advokasi kebijakan inklusi yang menyeluruh serta pelatihan tenaga pendidik dan medis dalam etika sosial berbasis Pancasila.
Baca Juga: Panduan Lengkap Memahami Pancasila Sebagai Weltanschauung Untuk Generasi Bangsa
Pendekatan Kritis terhadap Struktur Kuasa dan Ideologi
Sosiologi kritis menelaah bagaimana kekuasaan bekerja secara tidak kasat mata melalui ideologi yang direproduksi dalam institusi seperti sekolah, media, dan birokrasi. Dalam konteks Pancasila, hal ini berbahaya jika nilai-nilai dasar digunakan hanya sebagai justifikasi, bukan praktik.
Contoh: Upacara bendera dan hafalan sila yang dilakukan rutin tanpa memahami makna dan implementasinya dalam kehidupan sosial.
Analisis: Pendidikan seharusnya diarahkan pada pembentukan subjek kritis yang mampu mempertanyakan ketidakadilan sosial dalam terang Pancasila.
Pendapat Ahli tentang Penerapan Sosiologi Kritis dan Pancasila
✔Dr. Ignas Kleden (Sosiolog dan Intelektual Publik)
"Pancasila sering dipakai untuk kepentingan formalitas, tetapi gagal membentuk kesadaran kritis kolektif yang sejati."
✔Dr. Riris Risyiana (Peneliti Pusat Studi Sosial)
"Pendekatan sosiologi kritis dapat membuka ruang baru untuk mengevaluasi praktik sosial yang melenceng dari Pancasila."
✔Prof. Bahtiar Effendy (almarhum) - Akademisi Politik Islam
"Demokrasi tanpa keadaban sosial akan menjauhkan kita dari semangat Pancasila."
Strategi Aplikatif: Pendekatan Sosiologi Kritis dalam Mewujudkan Pancasila
✔Pendidikan Kritis Berbasis Pancasila
-Menerapkan pedagogi kritis (Ã la Paulo Freire) dalam pembelajaran PPKn.
-Mengintegrasikan studi kasus nyata dalam analisis nilai-nilai Pancasila.
✔Literasi Kritis di Komunitas
-Mengembangkan program diskusi publik tentang isu sosial dan nilai Pancasila.
-Membangun komunitas warga pengawas kebijakan lokal (citizen watch).
✔Kolaborasi Masyarakat Sipil dan Pemerintah
Forum kolaboratif lintas sektor (LSM, akademisi, pemuda) dalam mengawasi implementasi sila ke-5.
Audit sosial terhadap proyek dan program pemerintah berdasarkan prinsip Pancasila.
✔Revitalisasi Organisasi Sosial dan Mahasiswa
Organisasi seperti Karang Taruna, BEM, dan OSIS bisa menjadi motor sosial untuk mengembangkan proyek berbasis nilai Pancasila seperti:
-Pengabdian masyarakat berbasis nilai keadilan.
-Kampanye digital tentang antikorupsi dan etika sosial.
✔Penelitian Aksi Partisipatoris
Mendorong kolaborasi antara universitas dan masyarakat dalam melakukan riset berbasis masalah sosial nyata yang menilai sejauh mana nilai Pancasila diimplementasikan.
Tantangan dan Solusi Penerapan Pancasila Secara Kritis
Masalah Sosial |
Aspek Pancasila yang Terkait |
Pendekatan Kritis |
Ketimpangan digital |
Keadilan sosial |
Pelatihan dan infrastruktur inklusif |
Komersialisasi agama |
Ketuhanan YME |
Edukasi moral berbasis lintas iman |
Polarisasi politik |
Persatuan Indonesia |
Literasi media kritis berbasis nilai |
Demokrasi prosedural |
Kerakyatan |
Partisipasi deliberatif komunitas |
Diskriminasi layanan publik |
Kemanusiaan |
Advokasi kebijakan inklusif |
Pendidikan dogmatis |
Semua sila |
- |
Penutup: Mewujudkan Pancasila dengan Kesadaran Kritis
Penerapan Pancasila di masyarakat luas pada tahun 2025 harus dipahami bukan hanya secara normatif, tetapi juga secara kritis dan reflektif. Pendekatan sosiologi kritis memungkinkan kita untuk menggali akar persoalan sosial dan menawarkan solusi berbasis nilai. Pancasila bukan sekadar simbol ideologis, tetapi pedoman praksis yang membebaskan dan memanusiakan.
Dengan menghidupkan kesadaran kritis dan partisipasi aktif warga, penerapan Pancasila bisa menjadi lebih otentik, relevan, dan berpihak pada keadilan sosial. Inilah tantangan dan harapan kita bersama di era baru yang penuh disrupsi.
Baca Juga: 10 Panduan Merancang Program Penguatan Pendidikan Karakter untuk Guru dan Mahasiswa 2025
Publisher/Penulis:[Tim Redaksi portaljatim24.com (AZAA/KK)]
Referensi:
Horkheimer, Max. (1982). Critical Theory. New York: Seabury Press.
Freire, Paulo. (1993). Pedagogy of the Oppressed. New York: Continuum.
Kleden, Ignas. (2001). Masyarakat dan Moralitas Publik. Jakarta: LP3ES.
Risyiana, Riris. (2022). Artikel dalam Jurnal Sosiologi Reflektif.
BPIP. (2023). Modul Aktualisasi Nilai Pancasila.
Kominfo RI. (2024). Strategi Nasional Literasi Digital 2021–2025.
BPS. (2023). Data Ketimpangan dan Akses Sosial Indonesia.
UNESCO. (2023). Transforming Education for Justice and Inclusion.
Kemendikbudristek. (2024). Panduan Merdeka Belajar Profil Pelajar Pancasila.