Program Makan Bergizi Gratis Dinilai Rawan Korupsi dan Gagal Implementasi, TII Ungkap Risiko Sistemik
![]() |
(Ilustrasi sketsa korupsi program makan bergizi gratis di Indonesia) |
Dalam laporan tersebut, TII menggunakan pendekatan Corruption Risk Assessment (CRA) untuk mengidentifikasi potensi masalah mendasar dalam tata kelola program. Dengan estimasi anggaran mencapai Rp400 triliun dan target 82,9 juta penerima manfaat, program ini masuk dalam kategori prioritas nasional. Namun, celah kebocoran anggaran dan potensi kerugian negara turut mengintai.
Baca Juga: KPK Beri Peringatan ke Pemkab Blitar Soal Pokir DPRD, Diminta Tingkatkan Transparansi Anggaran
Sorotan Utama TII dalam Kajian CRA MBG:
Ketiadaan Regulasi Pelaksana
Hingga pertengahan 2025, pelaksanaan MBG masih mengandalkan petunjuk teknis internal, tanpa dasar regulasi yang jelas. Hal ini membuka ruang multitafsir dan pelaksanaan yang tidak seragam.
Konflik Kepentingan Kronis
Penunjukan mitra pelaksana Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dilakukan tanpa mekanisme verifikasi terbuka. Beberapa yayasan pengelola diketahui memiliki keterkaitan dengan aktor politik, militer, kepolisian, dan kelompok elite kekuasaan.
Pengadaan Barang dan Jasa Tidak Transparan
Proses pengadaan dalam MBG tidak sepenuhnya mengacu pada prinsip transparansi dan akuntabilitas. Ini membuka peluang besar terjadinya manipulasi harga hingga praktik koruptif lainnya.
Pengawasan Lemah dan Potensi Mark-Up
TII mencatat lemahnya pengawasan menyebabkan banyak celah penyalahgunaan. Dari penggunaan bahan pangan berkualitas rendah hingga mark-up harga dalam skala besar.
Risiko Kerugian Keuangan Negara
Dengan 82,9 juta target penerima tanpa skema prioritas, program ini dinilai membebani fiskal negara. TII memperkirakan risiko defisit anggaran hingga 3,6% terhadap PDB, melebihi batas maksimal defisit 3% sesuai UU Keuangan Negara. Potensi kerugian diperkirakan mencapai Rp1,8 miliar per tahun untuk setiap unit SPPG.
Seruan Perbaikan dan Pengawasan
TII mendesak pemerintah agar segera menerbitkan regulasi pelaksana yang kuat dan akuntabel, serta memastikan seluruh proses pengadaan dan distribusi dilakukan secara transparan. Pengawasan juga harus diperkuat oleh lembaga independen dan melibatkan partisipasi publik.
"Jangan sampai niat baik menjadi bencana fiskal dan moral. Program ini harus bebas dari kepentingan sempit dan korupsi," ujar peneliti TII dalam laporan tersebut.
Jika tidak segera dibenahi, Program Makan Bergizi Gratis berisiko menjadi beban jangka panjang yang membahayakan keuangan negara dan menggerus kepercayaan publik terhadap program pemerintah.
Publisher:[Tim Redaksi portaljatim24.com (AZAA/KK)]