DPR Kritik Kebijakan KPU Rahasiakan Dokumen Capres-Cawapres, Begini Klarifikasi KPU

DPR kritik keputusan KPU rahasiakan 16 dokumen capres-cawapres. Rifqi dan Dede desak transparansi demi kepercayaan publik pada pemilu 2025.

(Ilustrasi 3D DPR kritik kebijakan KPU rahasiakan dokumen capres-cawapres)
PortalJatim24.com - Berita Terkini - Polemik muncul setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan 16 dokumen persyaratan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) sebagai informasi publik yang dikecualikan. Sejumlah anggota DPR RI mendesak KPU memberikan klarifikasi demi menjaga transparansi dan akuntabilitas pemilu.

Rifqi: Klarifikasi KPU Penting untuk Hindari Polemik

Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menekankan bahwa publik berhak mengetahui dokumen syarat capres dan cawapres. Ia menilai keputusan KPU justru menimbulkan tanda tanya karena dikeluarkan setelah tahapan pemilu berakhir.

"Saya meminta kepada KPU untuk memberikan klarifikasi agar keputusan terbaru ini tidak menimbulkan polemik berkepanjangan," ujarnya di Jakarta, Senin (15/9), dikutip dari Antara.

Menurut Rifqi, dokumen calon legislatif selama ini bisa diakses masyarakat sehingga tidak ada alasan bagi KPU menutup dokumen capres-cawapres.

"Berdasarkan undang-undang keterbukaan informasi publik, mestinya (informasi capres dan cawapres) bukan sebagai informasi yang dikecualikan, karena tidak bersifat sebagai kerahasiaan negara dan tidak juga mengganggu privasi seseorang," tegasnya.

Baca Berita Lainnya: KPK Bongkar Modus Licik Korupsi Kuota Haji :Pelunasan Jemaah Lama Cuma 5 Hari,dan Dugaan Aliran Fee Pejabat

Dede Yusuf: Ijazah Capres Harus Bisa Diakses Publik

Hal senada disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi. Ia menyoroti pembatasan publik terhadap akses ijazah capres dan cawapres.

"DPR, menteri, presiden saya pikir itu adalah sebuah data yang harus bisa dilihat oleh semua orang karena orang mau lamar kerjaan aja pake CV. Apalagi ini melamar jadi pemimpin," katanya di Kompleks Parlemen.

Dede memastikan pihaknya akan memanggil KPU untuk meminta penjelasan lebih lanjut. Baginya, transparansi sangat penting untuk memastikan rekam jejak calon pemimpin negara diketahui masyarakat.

"Kita nanti tanya apa argumentasinya. Kita baru tahu. Saya rasa tidak ada masalah ijazah serta SKCK disampaikan kepada publik. Yang dilarang itu data kesehatan," jelasnya.

Baca Juga: Prabowo Bertemu Gerakan Nurani Bangsa, Tanggapi Usulan dan Setuju Bentuk Tim Reformasi Polri

KPU: Keputusan Bukan untuk Lindungi Jokowi dan Gibran

Menanggapi kritik tersebut, Ketua KPU RI Afifuddin menegaskan bahwa keputusan Nomor 731 Tahun 2025 tidak dibuat untuk melindungi Presiden Joko Widodo maupun Wapres Gibran Rakabuming Raka.

"Jadi, pada intinya kami hanya menyesuaikan pada dokumen-dokumen tertentu yang ada aturan untuk dijaga kerahasiaannya, misalnya berkaitan dengan rekam medis, kemudian dokumen sekolah atau ijazah," ujarnya di Gedung DPR, Senayan.

Afif menegaskan kebijakan ini berlaku umum sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

"Tidak ada yang dilindungi, karena ini ada uji konsekuensi yang harus kami lakukan. Ada data yang hanya bisa dibuka atas persetujuan bersangkutan atau putusan pengadilan," tambahnya.

Dokumen yang Dirahasiakan KPU

Menurut keterangan, dokumen yang masuk kategori rahasia mencakup sejumlah berkas penting yang seharusnya bisa diakses masyarakat, antara lain:

-Laporan harta kekayaan capres-cawapres.

-Dokumen rekam jejak hukum dan kepatuhan administrasi.

-Surat keterangan kesehatan jasmani dan rohani.

-Dokumen verifikasi dukungan partai politik atau gabungan partai.

-Dokumen visi, misi, dan program kerja detail.

-Surat pernyataan bebas dari kasus korupsi dan pelanggaran hukum berat.

-Dokumen pendidikan terakhir dan pengalaman jabatan publik.

-Surat pernyataan tidak memiliki konflik kepentingan bisnis.

-Dokumen legalisasi syarat administrasi oleh instansi terkait.

-Laporan keuangan kampanye awal.

-Dokumen verifikasi status kewarganegaraan.

-Surat keterangan tidak pernah dicabut hak pilih.

-Dokumen kepatuhan pajak lima tahun terakhir.

-Surat rekomendasi dari parpol pengusung.

-Dokumen verifikasi pasangan capres-cawapres oleh KPU daerah.

-Surat keterangan tidak sedang menjalani proses hukum.

Baca Juga: KPK Telusuri Aliran Dana Korupsi Kuota Haji: Pemeriksaan Mantan Sekjen Kemenag, hingga Jejak ke Ormas Besar

Polemik Transparansi Masih Berlanjut

Dalam keputusan tersebut, KPU menetapkan 16 dokumen dikecualikan selama 5 tahun, di antaranya fotokopi KTP, akta kelahiran, SKCK, ijazah, laporan harta kekayaan, NPWP dan laporan pajak, hingga surat pernyataan kesediaan maju sebagai capres-cawapres.

Meski KPU berdalih aturan ini sesuai dengan uji konsekuensi keterbukaan informasi, sejumlah pihak menilai keputusan itu berpotensi mengurangi transparansi penyelenggaraan pemilu dan dapat menurunkan kepercayaan publik.

Publisher:

[Tim Redaksi portaljatim24.com (AZAA/KK)]