Kejagung Ungkap Ribuan Data Pelaku Judi Online: Pelaku Mulai dari Anak SD hingga Tunawisma, Jatim Tertinggi

Kejaksaan Agung ungkap 1.496 kasus judi online sepanjang 2025 dengan 2.156 pelaku, termasuk anak SD dan tunawisma. Jatim jadi provinsi tertinggi.

(Ilustrasi 3d realistis jaksa agung muda jampidum kejagung dalam konferensi pers)
PortalJatim24.com - Berita Terkini - Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) kembali menyoroti meningkatnya kasus judi online di Indonesia yang melibatkan ribuan pelaku dari berbagai lapisan masyarakat. Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum), Asep Nana Mulyana, mengungkapkan bahwa hingga 12 September 2025, telah tercatat 1.496 kasus yang diproses hingga tahap penuntutan dan putusan pengadilan.

“Berdasarkan data kami, sebanyak 2.156 pelaku telah dijatuhi hukuman, dengan mayoritas berusia produktif,” ujar Asep dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (27/10/2025).

Baca Berita Lainnya: Kasus Korupsi Rumah Jabatan DPR: Sekjen DPR Mangkir Dari Panggilan, KPK Gandeng BPKP Hitung Kerugian Negara

Pelaku Judi Online: Dari Anak Sekolah hingga Tunawisma

Lebih jauh, Asep menjelaskan bahwa fenomena judi daring (judol) kini telah menjerat berbagai kalangan, mulai dari anak-anak sekolah dasar (SD), petani, hingga tunawisma.

“Dari segi pekerjaan, banyak yang berasal dari petani, murid sekolah, bahkan tunawisma. Judi online ini tampak menggiurkan, tetapi sesungguhnya perangkap yang menyengsarakan,” jelasnya.

Kejaksaan menemukan adanya 12 anak di bawah usia 18 tahun yang terlibat dalam aktivitas judi daring, dengan modus awal bermain slot kecil-kecilan sebelum akhirnya meningkat menjadi perilaku kecanduan.

Data Demografi Pelaku: Didominasi Laki-laki Usia Produktif

Dari total pelaku, 1.899 orang atau 88,1 persen merupakan laki-laki, sedangkan 257 orang atau 11,9 persen adalah perempuan.

Untuk kelompok usia, distribusi pelaku menunjukkan:

-Usia 26-50 tahun: 1.349 orang

-Usia 18-25 tahun: 631 orang

-Usia di atas 50 tahun: 164 orang

-Usia di bawah 18 tahun: 12 orang

Angka tersebut menandakan bahwa usia produktif mendominasi kasus judi online, mencerminkan lemahnya kontrol diri dan minimnya literasi digital serta finansial di masyarakat.

Baca Juga: Terbaru Kejagung Geledah Kantor Bea Cukai, Usut Skandal Korupsi Ekspor Limbah Sawit POME 

Jawa Timur Catat Kasus Tertinggi di Indonesia

Berdasarkan data wilayah, Jawa Timur menjadi provinsi dengan jumlah pelaku tertinggi yang telah diproses dan divonis, yakni mencapai 959 orang.

Disusul oleh:

-Sumatra Utara: 200 pelaku

-Jawa Tengah: 190 pelaku

-DKI Jakarta: 140 pelaku

-Jawa Barat: 115 pelaku

Provinsi lainnya yang juga mencatat angka signifikan antara lain Lampung (97), Riau (28), Sulawesi Selatan (54), NTB (16), serta Bali (12).

“Kasus ini tersebar hampir di seluruh provinsi, dari Aceh hingga Papua Barat. Ini menunjukkan bahwa judi online telah menjadi masalah nasional,” tegas Asep.

Mayoritas Pelaku Hanya Pemain, Bukan Bandar

Kejaksaan Agung mencatat bahwa 1.162 pelaku yang dijatuhi hukuman adalah pemain aktif, bukan pengelola atau bandar judi online.

Sementara itu, sebagian kecil lainnya berperan sebagai penyedia akun, pengelola situs, maupun penyalur dana.

“Untuk perannya, paling banyak itu pemain. Hukuman yang dijatuhkan beragam, mulai dari empat bulan hingga hukuman bersyarat. Namun, rata-rata hukuman umum adalah 1 tahun 6 bulan penjara,” papar Asep.

Baca Juga: KPK Telusuri Dugaan Korupsi Digitalisasi SPBU Pertamina, Sampling 15.000 Titik di Seluruh Indonesia

Kejagung Fokus pada Pencegahan dan Literasi Digital

Selain penindakan, Kejaksaan Agung juga menekankan pentingnya pencegahan dan edukasi publik. Melalui Desk Pemberantasan Judi Daring yang dibentuk bersama Kemenko Polhukam, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), serta sejumlah lembaga lainnya, Kejagung fokus meningkatkan literasi masyarakat tentang bahaya judi online.

“Judi online bukan permainan, melainkan perangkap digital yang dapat menghancurkan kehidupan ekonomi, sosial, dan moral masyarakat,” ujar Asep.

Langkah ini juga melibatkan kolaborasi dengan lembaga keuangan dan penyedia layanan digital untuk menutup akses ke situs-situs ilegal serta menelusuri aliran dana mencurigakan yang terkait dengan aktivitas perjudian daring.

Dampak Sosial dan Ekonomi yang Serius

Fenomena judi online tidak hanya menimbulkan kerugian finansial, tetapi juga menyebabkan kehancuran sosial dan moral. Banyak kasus menunjukkan para pelaku terjerumus utang, kehilangan pekerjaan, bahkan merusak hubungan keluarga.

Menurut Kejagung, sebagian besar pelaku mengaku tertarik karena iklan media sosial yang menjanjikan keuntungan cepat, padahal ujungnya berakhir pada kerugian besar dan jeratan hukum.

“Ini bukan hanya persoalan hukum, tapi juga masalah sosial yang perlu diatasi secara sistemik melalui edukasi, kontrol teknologi, dan penegakan hukum tegas,” pungkas Asep.

Kesimpulan

Dengan 1.496 kasus dan lebih dari 2.100 pelaku yang telah diproses hukum, fenomena judi online di Indonesia kini mencapai titik kritis. Kejaksaan Agung berkomitmen memperkuat kolaborasi lintas lembaga untuk memberantas praktik ini secara menyeluruh, baik melalui penegakan hukum maupun pencegahan berbasis literasi digital.

Publisher/Red:

[Tim Redaksi portaljatim24.com (AZAA/KK)]