Perpol 10/2025 Terbit: Komisi Reformasi Polri Pastikan Tak Ada Lagi Polisi Aktif Isi Jabatan Sipil Usai Putusan MK

Komisi Reformasi Polri menegaskan tak ada lagi penugasan polisi aktif ke jabatan sipil usai Putusan MK, meski Perpol 10/2025 telah terbit.

(Ilustrasi Kapolri Listyo Sigit Prabowo dan Jimly Asshiddiqie)
PortalJatim24.com - Berita Terkini - Komisi Percepatan Reformasi Polri memastikan tidak akan ada lagi penugasan baru anggota kepolisian aktif di luar struktur Polri atau jabatan sipil setelah terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Putusan tersebut secara tegas melarang polisi aktif menduduki jabatan di luar institusi Polri tanpa mengundurkan diri atau pensiun terlebih dahulu.

Kepastian ini disampaikan Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie usai rapat dan konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (18/12/2025).

Ia menegaskan komitmen tersebut telah disampaikan langsung oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan kembali ditegaskan oleh Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo.

Baca Berita Lainnya: Kejati Jatim Periksa Eks dan Kadishub: Dugaan Korupsi PT DABN Penugasan di Pelabuhan Probolinggo

Komitmen Kapolri: Tidak Ada Lagi Pengangkatan Baru

Jimly menekankan bahwa kebijakan penghentian penugasan anggota Polri ke kementerian dan lembaga berlaku untuk pengangkatan baru pasca putusan MK.

“Komitmennya sudah klir. Sesudah keputusan MK, tidak ada lagi penugasan baru anggota Polri ke luar institusi,” ujar Jimly.

Dengan demikian, meski Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 telah diterbitkan, implementasinya harus selaras dengan putusan MK sebagai rujukan hukum yang bersifat final dan mengikat.

Perpol Nomor 10 Tahun 2025 Dinilai Sebagai Masa Transisi

Jimly menjelaskan, Perpol Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Polri yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Polri sejatinya disusun sebagai instrumen transisi untuk menata kondisi sebelum putusan MK dijalankan secara penuh.

Perpol tersebut mengatur definisi penugasan anggota Polri di luar struktur Polri dengan konsekuensi melepaskan jabatan struktural di internal kepolisian. Namun, Jimly mengakui masih terdapat persoalan, terutama terkait tafsir jabatan yang diperbolehkan serta rujukan undang-undang yang dinilai belum sepenuhnya diperbarui pasca putusan MK.

“Sering kali peraturan belum mencantumkan semua rujukan putusan MK terbaru, sehingga muncul kesan seolah membangkang. Padahal itu kekeliruan teknis yang lazim terjadi di banyak kementerian,” jelasnya.

Baca Juga: Usulan Presiden Tunjuk Kapolri Tanpa DPR Menguat, Pro-Kontra Mengemuka dari Purnawirawan hingga Parlemen

Polemik 17 Kementerian dan Lembaga

Dalam Perpol Nomor 10 Tahun 2025 yang diteken Kapolri dan diundangkan pada 10 Desember 2025, disebutkan bahwa anggota Polri dapat melaksanakan tugas di 17 kementerian/lembaga, antara lain Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan, Kementerian Hukum, Kementerian Kehutanan, Kementerian Perhubungan, hingga lembaga strategis seperti BNN, BNPT, BIN, BSSN, OJK, PPATK, dan KPK.

Ketentuan inilah yang memicu polemik publik, lantaran dinilai bertentangan dengan semangat putusan MK yang menegaskan pemisahan tegas antara jabatan kepolisian dan jabatan sipil.

Anggota Polri yang Telanjur Menjabat Akan Diatur Lewat PP

Komisi Percepatan Reformasi Polri menegaskan, anggota Polri yang sudah terlanjur menduduki jabatan di kementerian atau lembaga sebelum putusan MK tidak serta-merta dicopot tanpa dasar hukum lanjutan.

Menurut Jimly, kondisi tersebut akan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) terintegrasi yang memberikan kepastian hukum, sekaligus menyelaraskan berbagai regulasi lintas sektor.

“Yang sudah menduduki jabatan harus diatur secara jelas. Inilah pentingnya PP terintegrasi agar ada kepastian dan keadilan,” ujarnya.

Dorong Mekanisme Omnibus Law

Untuk mengatasi tumpang tindih regulasi, Komisi Percepatan Reformasi Polri mengusulkan penggunaan mekanisme omnibus law, baik dalam revisi Undang-Undang Polri maupun penyusunan PP.

Jimly menilai pengaturan kepolisian tidak bisa dilepaskan dari banyak undang-undang lain, seperti UU ASN, UU Lingkungan Hidup, UU Kehutanan, hingga UU TNI. Karena itu, pendekatan omnibus dinilai paling efektif agar regulasi saling sinkron dan tidak menimbulkan tafsir ganda.

Salah satu regulasi yang dinilai mendesak adalah PP pelaksanaan Undang-Undang ASN, yang hingga kini belum terbit meski UU tersebut telah berlaku sejak 2023.

Baca Juga: Kasus Kematian Mahasiswi Semester Dua UMM di Pasuruan, Polda Amankan Terduga Pelaku dan Dalami Motif

Koordinasi Lintas Kementerian Akan Diperkuat

Ke depan, Komisi Percepatan Reformasi Polri akan menyampaikan rekomendasi menyeluruh kepada Presiden, termasuk konsep revisi UU Polri dan rancangan sejumlah PP strategis. Koordinasi lintas kementerian akan dilakukan di bawah arahan Kemenko Kumham Imipas agar kebijakan penugasan anggota Polri mengikat tidak hanya internal kepolisian, tetapi juga seluruh instansi terkait.

“Kami ingin aturan ini naik ke tingkat yang lebih tinggi agar mengikat semua pihak dan menutup celah polemik di kemudian hari,” pungkas Jimly.

Publisher/Red:

[Tim Redaksi portaljatim24.com (AZAA/KK)]