Polda Metro Jaya: Penarikan Kendaraan di Jalan oleh Debt Collector Langgar Prosedur dan Hukum, Perlu Evaluasi SOP

Polda Metro Jaya menegaskan penarikan kendaraan di jalan oleh debt collector melanggar prosedur dan hukum, serta meminta evaluasi menyeluruh SOP.

(Ilustrasi 3D realistis polisi Polda Metro Jaya dan pengendara sepeda motor)
PortalJatim24.com - Berita Terkini - Polda Metro Jaya menyoroti praktik penagihan kredit kendaraan bermotor yang dilakukan di jalan raya oleh debt collector. Sorotan ini menguat menyusul insiden pengeroyokan maut terhadap dua penagih utang di kawasan Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan, yang berawal dari proses penarikan sepeda motor.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Budi Hermanto, menilai metode penagihan dengan cara mencegat dan menghentikan kendaraan di jalan merupakan tindakan keliru, melanggar prosedur, serta berpotensi memicu konflik dan tindak pidana.

“Dengan adanya peristiwa ini, menjadi evaluasi bagi seluruh pembiayaan leasing untuk bisa mengatur regulasi yang tepat,” ujar Budi kepada wartawan.

Baca Berita Lainnya: Perpol 10/2025 Dipersoalkan: Mahfud MD Sebut Bertentangan dengan Putusan MK, Pengamat Nilai Tetap Konstitusional.

Kronologi Insiden Kalibata yang Berujung Pengeroyokan Maut

Peristiwa di Kalibata bermula dari cekcok saat penarikan sepeda motor di jalan. Ketegangan meningkat ketika terjadi pencabutan kunci kontak kendaraan yang memicu perlawanan dan berujung pada penganiayaan secara bersama-sama.

Akibat kejadian tersebut, dua orang penagih utang berinisial MET dan NAT meninggal dunia. Kerusuhan tidak hanya berhenti pada pengeroyokan, tetapi juga disertai aksi perusakan dan pembakaran kios, warung, serta kendaraan bermotor oleh sekelompok massa.

Polisi menyebutkan, persoalan utang sepeda motor menjadi pemicu awal kejadian. Hingga saat ini, pemilik kendaraan disebut belum menerima uang sepeserpun, sehingga melibatkan pihak lain untuk melakukan penagihan. Namun, proses penagihan yang dilakukan di jalan justru berujung tragedi.

Penarikan Kendaraan di Jalan Dinilai Melanggar Prosedur Pembiayaan

Budi Hermanto menegaskan bahwa dalam mekanisme pembiayaan kendaraan bermotor, penagihan seharusnya dilakukan melalui jalur administratif. Apabila kredit bermasalah dan objek jaminan fidusia telah terdaftar, perusahaan pembiayaan semestinya memanggil debitur atau membahas penyelesaian di kantor.

“Bukan mengambil atau memberhentikan secara paksa customer yang ada di jalanan. Ini yang menjadi perhatian kita bersama,” tegasnya.

Menurut Budi, tindakan menghentikan kendaraan, memaksa pengendara turun, hingga merampas sepeda motor di jalan bukan prosedur yang dibenarkan dan berpotensi melanggar hukum.

Baca Juga: Ahli Hukum Desak KPK Tetapkan Yaqut Tersangka Dugaan Penyimpangan Kuota Haji: Audit BPK Dinilai Bukti Kuat

Evaluasi Menyeluruh SOP dan Legalitas Petugas Lapangan

Polda Metro Jaya meminta perusahaan leasing dan pembiayaan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) penagihan kredit. Evaluasi ini mencakup sistem penugasan, kejelasan Surat Perintah Kerja (SPK), serta kompetensi dan pemahaman hukum petugas lapangan.

Budi mengungkapkan bahwa praktik penagihan bermasalah kerap terjadi karena penugasan tidak disertai SPK yang sah dan jelas. Bahkan, tugas penagihan sering berpindah ke pihak yang tidak memiliki edukasi maupun keterampilan hukum yang memadai.

“Kadang-kadang SPK tersebut belum tentu ada dan itu turun ke tangan berikutnya, sehingga bukan kepada orang yang memiliki pengetahuan atau edukasi hukum. Akibatnya terjadi pencegatan, pemberhentian, bahkan perampasan. Ini menjadi PR bagi kita semua,” ujarnya.

Mekanisme Fidusia dan Batas Kewenangan Debt Collector

Dalam kredit kendaraan bermotor, perusahaan pembiayaan umumnya menggunakan skema jaminan fidusia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, hak kepemilikan kendaraan dialihkan sebagai jaminan utang, namun kendaraan tetap berada dalam penguasaan debitur.

Agar memiliki kekuatan hukum, jaminan fidusia wajib didaftarkan. Meski memberikan hak istimewa kepada kreditur, pelaksanaan eksekusi fidusia tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 menegaskan bahwa eksekusi jaminan fidusia harus dilakukan melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap apabila debitur keberatan menyerahkan objek jaminan secara sukarela. Dengan demikian, debt collector tidak dibenarkan mengambil kendaraan secara sepihak di jalan.

Baca Juga: Pembangunan Ulang Ponpes Al-Khoziny Dimulai dengan APBN Rp125 Miliar, Cak Imin Sebut Momentum Gotong Royong Nasional

Penarikan Paksa Berpotensi Masuk Ranah Pidana

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut menegaskan bahwa penarikan kendaraan secara paksa di jalan raya atau tempat umum dilarang dan berpotensi masuk ranah pidana.

Penarikan yang disertai kekerasan atau intimidasi dapat dikategorikan sebagai perampasan dan dijerat Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan. Sementara pemaksaan atau ancaman terhadap konsumen di rumah dapat masuk Pasal 368 KUHP tentang pemerasan.

Di sisi lain, perusahaan pembiayaan yang tidak mendaftarkan jaminan fidusia namun tetap melakukan penarikan kendaraan juga berpotensi terjerat Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Imbauan kepada Masyarakat untuk Tidak Takut Melapor

Polda Metro Jaya mengimbau masyarakat agar tidak takut melapor apabila mengalami penghentian atau penarikan kendaraan secara paksa di jalan. Warga diminta segera menghubungi layanan Kepolisian 110 untuk mendapatkan bantuan.

“Apabila kendaraan diberhentikan secara paksa, silakan melaporkan ke layanan kepolisian 110,” tandas Budi.

Masyarakat juga disarankan mengumpulkan bukti berupa foto, video, atau keterangan saksi, serta tidak menandatangani dokumen apa pun yang tidak dipahami, terutama jika dilakukan di bawah tekanan.

Penyidikan Masih Berjalan, Polisi Janji Transparan

Hingga kini, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya masih melakukan pendalaman terhadap peran masing-masing pihak dalam insiden Kalibata. Polisi telah memeriksa enam saksi dari warga yang berada di lokasi kejadian, dan jumlah tersebut masih berpotensi bertambah.

Kapolsek Pancoran Kompol Mansur menyatakan pemeriksaan saksi diharapkan dapat memberikan titik terang atas rangkaian peristiwa pengeroyokan dan perusakan tersebut. Polda Metro Jaya memastikan proses hukum akan berjalan profesional dan transparan.

“Pasti akan kami update secara transparan terkait peristiwa Kalibata ini,” kata Budi Hermanto.

Publisher/Red:

[Tim Redaksi portaljatim24.com (AZAA/KK)]