Wacana Pilkada Tak Langsung Muncul Kembali: Picu Pro-Kontra dari DPR, Parpol, Akademisi, Hingga Masyarakat Sipil
![]() |
| (Sketsa kartun 3D realistis politisi Indonesia terkait wacana Pilkada tak langsung) |
Bahlil menyebut pemilihan kepala daerah melalui DPRD dapat menjadi cara yang lebih efisien dan minim beban politik. “Setahun lalu kami menyampaikan, kalau bisa pilkada dipilih lewat DPRD saja. Banyak pro kontra, tapi setelah kami mengkaji, alangkah lebih baiknya dilakukan lewat DPR kabupaten/kota biar tidak lagi pusing-pusing,” katanya.
Presiden Prabowo menyatakan bahwa ia condong mempertimbangkan sistem tersebut, dengan alasan mengurangi biaya politik yang dinilai semakin membebani negara dan kandidat. “Demokratis, tapi jangan buang-buang uang. Kalau sudah sekali memilih DPRD kabupaten, DPRD provinsi, kenapa nggak langsung saja pilih gubernurnya dan bupatinya?” ujarnya.
Prabowo juga menyinggung negara-negara seperti Malaysia, Inggris, India, hingga Kanada yang menggunakan model serupa dan dianggap lebih efisien.
Baca Berita Lainnya: Menteri LH Cabut Izin 8 Perusahaan, Bupati Tapsel Ungkap Izin Penebangan Kemenhut Jelang Banjir Sumatera
Golkar Dorong Kajian RUU Politik, MK Dianggap Berpeluang Mengubah Norma
Golkar menilai pembahasan RUU bidang politik sudah dapat dimulai tahun 2026. Namun Bahlil menekankan perlunya kajian mendalam. Ia bahkan mengungkap kekhawatiran bahwa Mahkamah Konstitusi bisa saja membatalkan aturan baru meski telah melalui proses legislasi komprehensif.
Wacana serupa pernah Bahlil suarakan dalam berbagai kesempatan, termasuk dalam Musda Golkar Sulawesi Tenggara dan HUT Golkar ke-60 di Bogor pada 2024.
PDIP: Sistem Harus Dikaji, Legitimasi Rakyat Harus Dijaga
PDI-Perjuangan memilih tidak langsung menolak atau mendukung. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan pihaknya akan menggelar kajian komprehensif dalam Rakernas awal tahun depan.
Menurut Hasto, sistem apa pun harus memastikan bahwa kepala daerah memiliki legitimasi kuat dari rakyat, terutama untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengatasi kemiskinan, serta mengurangi ketidakadilan.
Namun ia memahami alasan munculnya usulan pilkada oleh DPRD, yakni tingginya beban biaya kampanye dalam pilkada langsung yang kerap menyeret kepala daerah ke praktik korupsi.
Baca Juga: Ormas Besar Islam Serentak Desak Pemerintah Tetapkan Bencana Nasional untuk Sumatera dan Sekitarnya
Koalisi Sipil Tolak: Dinilai Inkonstitusional dan Menggerus Kedaulatan Rakyat
Berbeda dengan pemerintah dan partai politik, Koalisi Sipil untuk Kodifikasi Undang-Undang Pemilu secara tegas menolak wacana tersebut. Mereka menyebut gagasan pilkada via DPRD sebagai langkah keliru, inkonstitusional, serta tidak menyentuh akar masalah politik uang.
Koalisi menilai pernyataan itu disampaikan tidak pada waktu yang tepat, mengingat pemerintah sedang menghadapi darurat bencana di Sumatera. “Persoalan biaya politik bukan disebabkan mekanisme pilkada langsung, melainkan biaya kampanye yang tidak terkendali termasuk jual beli suara dan kandidasi,” tulis pernyataan mereka.
Kelompok ini juga mengingatkan bahwa upaya serupa pernah terjadi pada era Presiden SBY dan dianggap sebagai kemunduran demokrasi. Pilkada langsung disebut sebagai instrumen penting sirkulasi kepemimpinan lokal pascareformasi.
Koalisi Sipil mendesak pemerintah dan DPR fokus pada:
-Penguatan aturan dana kampanye,
-Transparansi pendanaan politik,
-Perbaikan audit dan penegakan hukum,
-Percepatan implementasi teknologi pemilu seperti e-recap,
-Serta pendanaan pilkada melalui APBN agar lebih merata.
Akademisi Kritik: Hak Politik Rakyat Terancam Terkebiri
Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, turut mengkritik keras usulan tersebut. Menurutnya, pemilihan kepala daerah oleh DPRD dapat mengebiri hak politik rakyat dan tidak serta merta menghilangkan praktik politik uang.
“Praktik politik uang hanya bergeser dari publik ke elite,” ujarnya. Ia bahkan menilai model tersebut lebih mudah dikendalikan elite dan rawan melahirkan calon boneka.
Baca Juga: Kiai Said Aqil Usulkan Konsesi Tambang PBNU Dikembalikan Ke Negara, Kiai Sepuh Panggil Gus Yahya ke Tebuireng
DPR: Fokus Pemulihan Bencana, Pembahasan Pilkada Nanti
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad memilih tidak banyak menanggapi usulan itu. Ia menilai Indonesia harus lebih dulu fokus memulihkan kondisi pascabencana di Aceh, Sumut, dan Sumbar.
“RUU Pemilu nanti saja setelah Indonesia kembali normal,” ujar Dasco. Ia menegaskan bahwa kontestasi politik masih jauh, sehingga pembahasan teknis pemilu tidak perlu tergesa-gesa
Debat Publik Kian Menguat
Wacana pilkada lewat DPRD kini memicu perdebatan panas antara pemerintah, partai politik, akademisi, dan kelompok masyarakat sipil. Di satu sisi, usulan ini dianggap sebagai solusi efisiensi biaya politik. Di sisi lain, banyak pihak menilai perubahan ini berpotensi menggerus kedaulatan rakyat dan membuka ruang transaksi politik tertutup di DPRD.
Perdebatan masih terus berkembang, sementara proses kajian oleh pemerintah dan partai politik baru akan dimulai tahun depan.
Publisher/Red:
[Tim Redaksi portaljatim24.com (AZAA/KK)]
