Fakta Hasil Studi: Screen Time Lebih dari 8 Jam Picu Overstimulasi Otak
![]() |
(Ilustrasi Gen Z mengalami stres digital dan gangguan tidur karena screen time berlebihan) |
Apa Itu Overstimulasi Otak?
Overstimulasi otak adalah kondisi ketika otak menerima terlalu banyak rangsangan dalam waktu singkat, sehingga sulit beristirahat atau memproses informasi secara optimal. Screen time berlebih, terutama yang berlangsung tanpa jeda, menjadi salah satu pemicunya.
Menurut Dr. Larry Rosen, psikolog dari California State University, “paparan digital yang terus-menerus menyebabkan otak tidak pernah memiliki kesempatan untuk rileks.”
Baca Juga: Fakta Multitasking Media Bisa Menurunkan Kognisi Gen Z Menurut Studi Nasional
Hasil Studi: Lebih dari 8 Jam Screen Time Berisiko
Penelitian dari University of California pada 2023 menyatakan bahwa individu yang terpapar layar lebih dari 8 jam per hari mengalami penurunan konsentrasi, kemampuan mengingat, dan peningkatan risiko kecemasan.
Studi lain dari Jakpat Indonesia (2024) mencatat bahwa Gen Z di Indonesia memiliki rata-rata screen time 9 jam/hari, terutama untuk scrolling media sosial dan konsumsi konten hiburan.
Perbandingan dengan Durasi Aman Menurut WHO atau Kemenkes
Menurut World Health Organization (WHO), batasan screen time yang sehat untuk orang dewasa adalah maksimal 2 jam per hari di luar pekerjaan atau sekolah. Untuk anak-anak dan remaja, WHO menyarankan maksimal 1 jam per hari untuk hiburan berbasis layar.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia juga menekankan pentingnya waktu istirahat layar, terutama sebelum tidur, untuk menjaga ritme sirkadian dan mencegah gangguan tidur.
Studi WHO (2020):
-Anak usia 5–17 tahun: maksimal 1 jam screen time non-pelajaran.
-Dewasa: upayakan maksimal 2 jam di luar pekerjaan.
Ini sangat bertolak belakang dengan rata-rata penggunaan gadget Gen Z di Indonesia, yang jauh melebihi anjuran tersebut.
Mengapa Screen Time Bisa Menyebabkan Overstimulasi?
Paparan Cahaya Biru (Blue Light)
Cahaya biru dari layar menghambat produksi melatonin, hormon yang membantu tidur, sehingga membuat otak tetap ‘aktif’ meskipun malam telah larut.
Notifikasi Berlebih
Ponsel dan gadget kini mengirimkan puluhan hingga ratusan notifikasi per hari, membuat otak terus-menerus dalam mode “siap siaga”.
Konsumsi Konten Tanpa Batas
Tontonan pendek, cepat, dan viral seperti TikTok memicu lonjakan dopamin dan menurunkan ambang batas kesabaran otak.
Multitasking Digital
Membuka YouTube sambil scrolling Instagram dan membalas chat WhatsApp secara bersamaan menciptakan ‘kebisingan mental’ atau overload kognitif.
Perspektif Psikolog Klinis Lokal
Menurut Dr. A. Kasandra Putranto, psikolog forensik dari Lembaga Psikologi Terapan UI, overstimulasi digital sering kali tidak disadari oleh remaja: “Anak muda sekarang terbiasa dengan kecepatan, tapi lupa bahwa otak manusia tetap punya batas proses. Kelelahan digital adalah hal nyata.”
Psikolog remaja Anna Surti Ariani, juga menambahkan bahwa: “Mereka baru merasa lelah secara emosional ketika sudah tidak bisa tidur nyenyak, sulit konsentrasi, atau mulai merasa kosong walaupun aktif di media sosial.”
Kedua pendapat ini menegaskan bahwa penting sekali menyadari dampak digital secara psikologis, bukan hanya dari sisi fisik.
Dampak pada Performa Akademik & Sosial
Penurunan Fokus Belajar
Paparan screen time yang tinggi terbukti mengganggu fokus. Siswa cenderung:
-Sulit mempertahankan perhatian saat pelajaran
-Lebih mudah teralihkan oleh notifikasi
Gangguan Proses Memori
Otak yang terus-menerus diberi input tidak sempat menyimpan informasi ke memori jangka panjang.
Menurunnya Kualitas Interaksi Sosial
Overstimulasi membuat individu:
-Lebih banyak menyendiri
-Kesulitan membangun relasi yang mendalam secara langsung
Meningkatkan Risiko Masalah Emosional
Kecemasan, stres, dan mudah tersinggung menjadi lebih umum terjadi karena otak tidak punya waktu “pause”.
Solusi Mengatasi Overstimulasi Akibat Screen Time
Terapkan Batas Waktu Digital
Gunakan fitur:
-“Digital Wellbeing” (Android)
-“Screen Time” (iOS)
-Aplikasi seperti StayFree atau Forest
Buat Jadwal Tanpa Layar (Screen-Free Time)
Terapkan waktu tanpa gadget:
1 jam setelah bangun tidur
1 jam sebelum tidur
Setiap makan bersama keluarga
Lakukan Aktivitas Offline Berkualitas
Ganti waktu layar dengan:
-Membaca buku fisik
-Olahraga ringan
-Journaling atau meditasi
Terapkan “Digital Mindfulness”
Sadarilah kapan dan kenapa kamu membuka layar. Jangan membuka HP hanya karena bosan atau FOMO.
Pertanyaan Umum (FAQ)
Apakah overstimulasi otak bisa sembuh?
Ya, dengan mengurangi pemicu overstimulasi dan memberi waktu pemulihan (digital detox), otak bisa kembali ke performa optimal.
Apakah screen time berlebih sama dengan kecanduan?
Belum tentu. Tapi screen time berlebih bisa mengarah pada digital addiction jika tidak dikendalikan.
Bagaimana membedakan lelah biasa dan overstimulasi?
Overstimulasi membuat kamu:
-Sulit tidur
-Gelisah meskipun tidak ada masalah nyata
-Selalu ingin melihat layar walau tidak ada tujuan jelas
Penutup:
Saatnya Sadari Dampak Digital bagi Otak
Screen time bukanlah hal buruk jika dikendalikan. Tapi saat durasinya melebihi 8 jam per hari tanpa jeda, dampaknya bisa sangat merusak - dari segi kognisi, kesehatan mental, hingga performa sosial. Dengan kesadaran dan strategi digital yang sehat, kita bisa menjaga keseimbangan otak di era serba digital ini.
Baca Juga: Fakta 50 Persen Gen Z Mengalami Gangguan Tidur karena Stres Digital
Publisher/Penulis:[Tim Redaksi portaljatim24.com (AZAA/KK)]
## Referensi:
Rosen, L.D. (2020). The Distracted Mind: Ancient Brains in a High-Tech World. MIT Press.
WHO Guidelines on Physical Activity, Sedentary Behaviour and Sleep for Children under 5 Years of Age (2019).
Kementerian Kesehatan RI (2022). Pedoman Penggunaan Gawai Sehat untuk Anak dan Remaja.
Jakpat Survey Report. (2024). Screen Time Behavior of Gen Z in Indonesia.
University of California. (2023). Digital Overload and Cognitive Decline: Long-Term Effects of Screen Exposure.
Twenge, J. (2017). iGen: Why Today's Super-Connected Kids Are Growing Up Less Rebellious.
Ariani, A.S. (2023). *Psikologi Remaja dan Teknologi Digital.