Gugatan Tokoh Pemuda Dayak atas UU IKN: MK Diminta Batasi HGU Lebih dari 100 Tahun
![]() |
(Ilustrasi sidang gugatan masyarakat adat Dayak terhadap UU IKN di Mahkamah Konstitusi) |
Dalam pernyataannya, Stevanus menyuarakan kekhawatiran mendalam bahwa ketentuan tersebut akan mengancam keberadaan masyarakat adat Dayak dan budaya leluhur mereka.
"Ini bukan sekadar soal investasi, ini soal keberlangsungan budaya dan tanah leluhur kami," ujar Stevanus di depan majelis hakim.
Ancaman terhadap Tanah Adat dan Budaya Kalimantan
Stevanus menilai bahwa pemberian hak atas tanah jangka panjang kepada investor asing maupun domestik menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan ekonomi semata, dan mengabaikan prinsip keadilan bagi masyarakat adat. Menurutnya, ketentuan ini berpotensi memperbesar konflik agraria, mempercepat alih fungsi lahan, dan mempersempit ruang hidup masyarakat lokal.
Ia juga menyoroti ketidakharmonisan antara UU IKN dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 yang menambah kerumitan dalam implementasi hukum.
“Kalau HGU diberikan tahun ini dan berlaku 95 tahun, maka baru habis pada tahun 2120. Apa yang tersisa untuk generasi anak cucu kami nanti?” tegasnya.
Usulan Batasan Hak Atas Tanah
Sebagai solusi, Stevanus mengusulkan pembatasan waktu atas pemberian hak sebagai berikut:
HGU: Maksimal 25 tahun, dapat diperpanjang 25 tahun
HGB: Maksimal 30 tahun, perpanjangan 20 tahun
Hak Pakai: Maksimal 25 tahun, perpanjangan 25 tahun
Gugatan ini telah terdaftar dengan nomor perkara 185/PUU-XXI/2024 dan menarik perhatian luas dari aktivis lingkungan, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil. Banyak pihak menganggap gugatan ini sebagai bentuk perlawanan penting atas eksploitasi sumber daya alam atas nama pembangunan.
Menanti Putusan MK: Investasi vs. Keadilan Sosial
Kini, publik menanti apakah Mahkamah Konstitusi akan mengambil sikap progresif dengan mengedepankan keadilan sosial dan perlindungan masyarakat adat, ataukah tetap menjaga iklim investasi jangka panjang yang dinilai menguntungkan korporasi.
Kasus ini menjadi preseden penting bagi masa depan tata kelola lahan dan penghormatan terhadap hak masyarakat adat di Indonesia.
Publisher:[Tim Redaksi portaljatim24.com (AZAA/KK)]